Daya Saing RI Naik, Produk Industri Semakin Bersaing

Menperin Airlangga Hartarto mengatakan, perlu penguatan inovasi di sektor industri agar bisa hadapi era industry 4.0.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Sep 2017, 16:15 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2017, 16:15 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat memberikan kuliah umumnya di Universitas Mercu Buana, Senin (4/8/2017). Liputan6.com/ Pramita Tristiawati

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, peningkatan daya saing Indonesia di kancah global menunjukkan produk-produk industri nasional semakin kompetitif baik di pasar domestik maupun ekspor.

Capaian ini tidak terlepas peran dari manufaktur dalam negeri yang memanfaatkan teknologi digital terkini serta aktif melakukan kegiatan riset untuk menciptakan inovasi.

"Guna mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari perubahan sistem global di era Industry 4.0 saat ini, hal penting yang harus dibangun adalah penguatan inovasi di sektor industri," kata Airlangga menanggapi laporan World Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index 2017-2018 di Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

Laporan tersebut, memperlihatkan daya saing Indonesia secara global tahun ini berada pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibanding tahun sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-38 dari 148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi ke-37 dari 140 negara.

Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan, Indonesia menempati peringkat ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan China dan India .

"Di dalam global value chain, nilai tambah terbesar produk industri dihasilkan pada proses R&D dan purna jual, kemudian diikuti proses branding, pemasaran, desain, dan distribusi," ungkap Airlangga.

Kemenperin mencatat, keunggulan yang telah dicapai Indonesia antara lain sebagai eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ke-3 di ASEAN dengan nilai ekspor mencapai US$ 7,1 miliar pada 2016. Kemudian, untuk produk alas kaki, Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dengan market share sebesar 3,6 persen dan nilai ekspor mencapai US$ 4,5 miliar.

"Perhiasan juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia karena mampu memberikan kontribusi senilai US$ 4,1 miliar terhadap devisa negara. Bahkan, nilai ekspor untuk produk kerajinan mencapai US$ 173 juta," kata Airlangga.

Airlangga juga telah mengajak agar industri nasional baik skala besar maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini dalam upaya kesiapan menghadapi era Industry 4.0.

Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.

Misalnya, penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, terdapat pula teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality.

Sejumlah sektor industri nasional yang siap menghadapi Industry 4.0 karena telah menerapkan teknologi manufaktur yang modern, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selanjutnya: Pasar Potensial

Airlangga menambahkan, Indonesia bersama dengan China dan India memiliki pasar potensial yang sedang tumbuh pesat dan dapat menjadi pusat inovasi untuk mengimbangi perekonomian negara.

"Kami melihat, inovasi menjadi kunci sukses bagi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan, termasuk di sektor industri. Inovasi membuka lebih banyak peluang untuk mengembangkan industri," kata dia.

Menurut WEF, negara akan memperoleh keuntungan dari hasil inovasi apabila mampu mengakselerasi kesiapan pelaku bisnis dan masyarakat untuk mengadopsi teknologi baru.

Apalagi, Indonesia memiliki kekuatan dalam pengembangan inovasi melalui institusi riset, peningkatan anggaran perusahaan untuk R&D, kolaborasi universitas dan industri, belanja pemerintah untuk produk teknologi mutakhir, penambahan jumlah peneliti dan insinyur, serta aplikasi paten.

Dalam penilaian pilar kecanggihan bisnis, juga ditunjukkan pada pengembangan klaster. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian berperan dalam upaya pengembangan perwilayahan industri. Langkah ini sebagai wujud nyata dalam memacu pemerataan ekonomi secara inklusif.

"Untuk mendorong penyebaran industri yang merata sekaligus mewujudkan Indonesia sentris, kami telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa," tutur Airlangga.

Berdasarkan data WEF, pasar Indonesia diakui sangat potensial, yang merupakan ukuran pasar terbesar dengan peringkat ke-9. Untuk itu, perlu membangun kemampuan ekonomi untuk mengoptimalkan pasar tersebut.

Dalam hal ini, Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan ekonomi digital karena dari jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, sekitar 93,4 juta orang di antaranya adalah pengguna internet.

"Kami telah mengajak kepada para pelaku usaha nasional, khususnya sektor industri kecil dan menengah (IKM), untuk memperluas akses pasar dan meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan teknologi digital," ujar Airlangga.

Oleh karenanya, salah satu program prioritas Kemenperin adalah pengembangan IKM dengan platform digital melalui e-Smart IKM.

"e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada. Tujuannya untuk semakin meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya