Liputan6.com, Jakarta - Proyek cetak sawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menghantar Mantan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin menjadi terdakwa harus dilihat secara menyeluruh. Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum Upik Rosalina Wasrin, Alfons Loemau.
Dia mengungkapkan, saat ditetapkan sebagai tersangka pada Juli 2017, posisi Upik hanya sekedar meneruskan jalannya proyek yang telah dimulai sejak 2012 lalu. "Bahwa Ibu Upik pada posisinya, dia hanya ditugasi menjalankan perintah jabatan,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Alfons mengatakan, agar kasus proyek cetak sawah lebih terang benderang, maka harus dilihat secara menyeluruh, mulai pembuat kebijakan, tim pengarah, penanggungjawab, operator program, sampai pada penentuan konsultan pengawas dan kontraktor konstruksi.
Advertisement
Menurut dia, berbagai pihak terkait tersebut memiliki tanggungjawab dan kewenangan sendiri-sendiri. Dalam manajemen proyek cetak sawah, posisi Upik meneruskan pekerjaan Kaharuddin, mantan Direktur Utama Sang Hyang Seri terdahulu, yang diberhentikan karena tersangkut kasus hukum.
Baca Juga
“Soal perintah jabatan diatur dalam KUHP pasal 51 ayat 1, mengatakan bahwa tidaklah dapat dihukum, barangsiapa melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu perintah jabatan, yang diberikan oleh kekuasaan yang berwenang,” kata dia.
Alfons menjelaskan, proyek cetak sawah dapat terealisasi berdasarkan SK nomor S-133/MBU/2012 yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, pada 19 Maret 2012. Pada saat SK cetak sawah diterbitkan, yang menjadi Presiden Direktur PT Sang Hyang Seri adalah Eddy Budiono. Kemudian Eddy Budiono digantikan oleh Kaharuddin. Dan Upik ditunjuk menjadi pengganti Kaharuddin pada tanggal 13 Februari 2013, dengan SK Nomor : SK-141/MBU/2013.
“Pada saat menjadi Direktur Utama Sang Hyang Seri inilah, Upik meneruskan pekerjaan program cetak sawah dari pendahulunya yang ditugaskan Menteri BUMN,” ungkap dia.
Ketika menjadi Direktur Utama Sang Hyang Seri, Upik melakukan evaluasi proyek cetak sawah yang dijalankan oleh kontraktor PT Hutama Karya, PT Brantas Abipraya dan diawasi oleh konsultasn PT Yodhya Karya atas design dari konsultan PT Indra Karya. Setelah itu, lanjut Alfons, Upik melihat jika proyek cetak sawah tidak berjalan sesuai dengan target, termasuk harga satuan biaya cetak sawah per hektar pun akhirnya dipangkas.
"Tujuannya adalah melakukan efisensi dan menyesuaikan kemampuan dari para kontraktor tersebut,” lanjut dia.
Upik sendiri sebagai Direktur Utama pelaksana proyek cetak sawah, tidak bisa menghentikan program. "Karena dia tidak punya kewenangan untuk memberhentikan proyek yang dicanangkan dan ditetapkan oleh Menteri BUMN,” tandas Alfons.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: