Bos Bank Mandiri: Toko Ritel Berguguran karena Persaingan Ketat

Satu persatu toko ritel tumbang di tahun ini

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Okt 2017, 22:27 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 22:27 WIB
Sevel Tutup
Warga memasuki kawasan gerai 7-Eleven di kawasan Jalan Kapten Tendean, Jakarta, Sabtu (24/6). Penutupan seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia akan dilakukan 30 Juni 2017. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Satu persatu toko ritel tumbang di tahun ini. Mulai dari 7-Eleven, Ramayana, Matahari Departement Store, dan kini tiga gerai Lotus bakal tutup pada akhir bulan ini. Fenomena tersebut terjadi akibat isu pelemahan daya beli, perlambatan ekonomi, sampai tergilas bisnis online.

Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab disapa Tiko menilai, tutupnya beberapa toko ritel dalam kurun waktu setahun terakhir ini disebabkan karena kompetisi yang semakin ketat.

"Interprestasi saya kalau ritel ini kompetisinya ketat. Karena di ritel banyak yang membuka gerai besar, ada yang grosir, ada yang minimart, jadi ritel ada over expand," kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Menurut Tiko, hal ini berbeda dengan kondisi penjualan di ritel lain, seperti kendaraan roda dua maupun roda empat yang justru mulai stabil meski terus dibayangi isu pelemahan daya beli masyarakat.

"Permintaan motoor, mobil, dan rumah sudah membaik walaupun ada isu perlambatan ekonomi atau pelemahan daya beli masyarakat. Jadi demand atas barang besar tidak menurun tajam, yang barang kecil iya (turun)," terangnya.

Dia berharap, perekonomian semakin membaik pada tahun depan sehingga, masyarakat lebih berani mengajukan kredit kendaraan maupun Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Pembelian rumah, mobil prospeknya masih cerah, jadi kita optimistis kalau masyarakat lebih berani ngambil kredit tahun depan, maka ekspektasinya lebih baik," ucap Tiko.

Dari laporan keuangan Bank Mandiri di kuartal III-2017, perusahaan mencatatkan pertumbuhan kredit 9,8 persen menjadi Rp 686,2 triliun. Terjadi kenaikan di seluruh kelompok pembiayaan. Kredit modal kerja tumbuh 3,9 persen menjadi Rp 321,4 triliun, kredit investasi tumbuh 10,1 persen menjadi Rp 189,3 triliun, dan kredit konsumer tumbuh 20,6 persen menjadi Rp 95,2 triliun.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya