Mengenal Nurtanio, Pahlawan yang Namanya Terukir di Pesawat N219

Nama Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo diabadikan sebagai nama pesawat N219 karya anak bangsa.

oleh Vina A Muliana diperbarui 10 Nov 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2017, 19:00 WIB
Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo
Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyematkan nama "Nurtanio" untuk purwarupa pesawat N219 karya anak bangsa yang dibuat dari hasil kerja sama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Momen tersebut bertepatan dengan Hari Pahlawan yang dirayakan setiap tanggal 10 November.

Menteri BUMN Rini M Soemarno yang hadir dalam peresmian tersebut menjelaskan, nama Nurtanio disematkan untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo. Mantan prajurit TNI Angkatan Udara tersebut adalah perintis pembuatan pesawat terbang di Tanah Air sejak 1946.

Nurtanio Pringgoadisuryo lahir di Kalimantan Selatan pada 3 Desember 1924. Saat Indonesia baru merdeka, pria yang menaruh hasrat besar pada dunia penerbangan ini sukses membuat pesawat layang Zogling NWG bersama Wiwekeo Soepono pada 1946.

Nama NWG merupakan akronim dari Nurtanio-Wiweko-Glider. Pesawat karyanya juga merupakan satu-satunya burung besi buatan Indonesia dengan kandungan lokal hingga 100 persen hingga hari ini.

Dibuat dari kayu jamuju yang dicari di daerah Tretes untuk mengganti kayu spruce, sayap dibalut dengan kain blaco pengganti kain linen dan kemudian diolesi bubur cingur pengganti thinner.

Pesawat Glider ini kemudian digunakan untuk melatih kadet-kadet penerbang yang akan dikirim ke India guna pendidikan penerbang lebih lanjut.

 

Awal mula jatuh cinta pada dunia penerbangan

Ketertarikan Nurtanio pada dunia penerbangan bermula saat ia bersekolah di sekolah menengah tinggi teknik atau Kogyo Senmon Gakko. Nurtanio mendirikan perkumpulan Junior Aero Club (JAC), yang isinya tentang bagaimana teknik pembuatan pesawat model yang merupakan dasar-dasar aerodinamika.

Di sinilah Nurtanio berkenalan dan bertemu dengan R.J Salatun, yang juga berminat dalam masalah penerbangan dan kebetulan berlangganan majalah kedirgantaraan, yakni Vliegwereld.

Di JAC, Nurtanio dan sahabatnya, R.J Salatun, bertemu dengan guru olahraga yang bernama Iswahyudi yang juga memiliki pengetahuan dalam masalah penerbangan. Ketika Perang Dunia II pecah, Iswahyudi sedang mengikuti pendidikan penerbang militer Belanda yang kemudian diungsikan ke Australia.

Perhatian Nurtanio pada masa itu tidak hanya dalam masalah pesawat model, tetapi bahkan sampai menekuni buku-buku teknik penerbangan yang saat itu banyak berbahasa Jerman

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Nurtanio bergabung dengan Angkatan Udara di Yogyakarta yang pada masa itu disebut dengan TKR Jawatan Penerbangan. Sahabatnya, R.J Salatun dan Wiweko Soepono, juga masuk ke dalam TKR Jawata Penerbangan.

Ketiga orang ini yang kemudian disebut-sebut sebagai tiga serangkai perintis kedirgantaraan Indonesia. Di TKR Jawatan Penerbangan, Nurtanio bertugas mendesain pesawat layang atau glider.

Selain pesawat layang, Nurtanio juga membuat pesawat pertama all metal dan fighter Indonesia yang dinamai Sikumbang, disusul dengan Kunang-kunang (bermesin VW) dan Belalang, serta Gelatik (aslinya Wilga) serta mempersiapkan produksi F-27.

 

Karier di Angkatan Udara

Pada masa ketika Menteri Keamanan Nasional dijabat oleh Jenderal A.H. Nasution, Nurtanio mendirikan LAPIP (Lembaga Persiapan Industri Penerbangan) dengan dibantu oleh dana hibah dari Polandia. Ia kemudian merakit pesawat pertanian PZL-104 Wilga yang kemudian dinamai Gelatik oleh Presiden Soekarno.

Pesawat ini bertipe cropduster yang bertujuan untuk mendongkrak hasil pertanian nasional dengan cara menyemprotkan cairan pembasmi hama dari udara. Temuan Nurtanio ini kemudian sempat berhasil menjadikan Indonesia sebagai pengekspor besar terbesar di dunia.

Di lain kesempatan, pesawat ini kemudian dipakai untuk penanggulangan wabah akibat nyamuk, baik itu demam berdarah, malaria, atau chikungunya yang saat itu mewabah di Indonesia.

Di Angkatan Udara, Nurtanio pernah menduduki jabatan Subbagian Rencana di Bagian Rencana dan Penerangan. Bersama dengan Prof. Ir. Rooseno dan Wiweko Soepono, mereka berandil dalam mendesain tata kepangkatan Angkatan Udara yang dibantu oleh Halim Perdanakusuma, orang Indonesia yang pernah berdinas di Royal Air Force (RAF) Inggris.

 

Akhir masa pengabdian

Cita-cita Nurtanio adalah ingin bisa keliling dunia dengan pesawat terbang buatan anak bangsa. Untuk itu, disiapkanya pesawat Arev (Api Revolusi), dari bekas rongsokan Super Aero buatan Cekoslowakia yang tergeletak di Kemayoran.

Sayang, nasib berkata lain. Nurtario gugur karena kecelakaan pesawat terbang pada 21 Maret 1966, ketika sedang menerbangkan pesawat Aero 45 atau Arev. Nurtanio mengalami kecelakaan saat kerusakan mesin, dia berusaha untuk mendarat darurat di lapangan Tegallega, Bandung. Namun, upayanya gagal karena pesawatnya menabrak toko.

Dalam acara peresmian Presiden Jokowi mengatakan bahwa Nurtanio adalah pahlawan bangsa yang tanpa pamrih. Jokowi mengaku teringat pesan Nurtanio yang patut dihayati. Nurtanio mengatakan, anak bangsa tidak perlu ribut-ribut, yang penting bekerja.

"Seluruh hidupnya didarmabaktikan untuk kedirgantaraan Indonesia," tutur Jokowi dalam sambutannya.

Menurut Jokowi, pesawat N219 inilah hasil karya putra-putri yang diimpikan Nurtanio dan akan dilanjutkan ke generasi-generasi berikutnya.

Pesawat Nurtanio Pringgoadisuryo memiliki kapasitas‎ 19 penumpang dan digerakkan dengan dua mesin turboprop produksi Pratt and Whitney. N219 ini mampu terbang dan mendarat di landasan pendek, sehingga mudah beroperasi di daerah terpencil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya