Kata Sri Mulyani soal Pendorong Ekonomi RI versi IMF

Menkeu Sri Mulyani menuturkan tak ada perbedaan besar soal kondisi makro ekonomi Indonesia dengan IMF, dan kalau ada soal pendorong ekonomi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Nov 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2017, 09:30 WIB
Indonesia Infrastructure Finance Forum 2017
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan sambutan pada acara Indonesia Infrastructure Finance Forum (IIFF) 2017 di Jakarta, Selasa (25/7). (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan 2018 oleh Dana Moneter Indonesia (International Monetary Fund/IMF) tidak berbeda jauh dengan pemerintah.

IMF lebih mencermati sumber-sumber pendorong ekonomi, yakni konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor.

IMF dalam laporannya merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen di 2017. Sementara ekonomi nasional diperkirakan IMF akan tumbuh 5,3 persen, di bawah target pemerintah 5,4 persen pada tahun depan.

"Kami mendiskusikan, IMF membacanya seperti apa kondisi makro ekonomi Indonesia, terutama dari sisi pertumbuhan tahun ini dan tahun depan. Tidak ada perbedaan sangat besar, dan kalaupun ada mengenai faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi," jelas Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Pertama, Sri Mulyani menuturkan, outlook pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih stabil di kisaran 5 persen pada 2017 dan 2018. Ia menuturkan, IMF optimistis tidak ada faktor yang akan menimbulkan masalah besar sehingga pertumbuhan konsumsi diproyeksikan tetap stabil.

Kedua, lebih jauh kata dia, IMF memandang Indonesia perlu lebih berhati-hati dari sisi investasi. Pada kuartal III-2017, investasi bertumbuh 7,11 persen dari sebelumnya hanya tumbuh di bawah 6 persen.

"IMF menginterpretasikannya secara lebih hati-hati. Sedangkan kami menganggap, ini adalah suatu tanda-tanda pemulihan dan kami akan jaga momentumnya. Caranya memperbaiki kemudahan berusaha (EoDB), meningkatkan konfiden investasi, memacu belanja modal infrastruktur untuk memperbaiki investasi," terang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sri Mulyani menambahkan, ketiga, IMF pun lebih berhati-hati terkait prediksi ekspor. Ekspor di kuartal III ini tumbuh signifikan 17,27 persen sehingga menyokong pertumbuhan ekonomi 5,06 persen. Sebelumnya pada tahun lalu, ekspor terkontraksi dengan pertumbuhan negatif, kemudian tumbuh positif 6 persen mulai akhir 2016 sampai awal 2017.

"Kami hargai outlook dari global ekonomi dan regional yang akan mempengaruhi momentum pertumbuhan ekspor ini. Dengan demikian, dalam hal ini tidak ada perbedaan, tapi nuansa interpretasi," papar Sri Mulyani.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Reformasi Perpajakan

Reformasi Perpajakan

Menyoal rekomendasi reformasi perpajakan oleh IMF, Sri Mulyani menjelaskan bahwa IMF, termasuk Bank Dunia dan OECD banyak sekali memberikan bantuan penilaian atas potensi dan kelemahan pemerintah dalam sistem perpajakan. Tim Reformasi Pajak pun sudah melakukan perbaikan administrasi dan kebijakan.

"Sebut saja Pajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk area yang dianggap berpotensi memperbaiki penerimaan. Kami sepakat, dan ini yang sedang dilakukan tim dalam administrasi PPN," ujar dia.

Kerja sama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, diakuinya, sudah membuahkan hasil dengan mengumpulkan penerimaan mencapai Rp 2,7 triliun pada September-Oktober ini. Jumlah tersebut melampaui target yang telah ditetapkan Rp 1,9 triliun dari kolaborasi dua instansi Kementerian Keuangan itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya