Bappenas: Kajian Pemindahan Ibu Kota RI Selesai Akhir Desember

Alasan pemindahan ibu kota karena terjadi ketimpangan dalam strategi pembangunan perkotaan di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Des 2017, 19:53 WIB
Diterbitkan 12 Des 2017, 19:53 WIB
Monas akan Dibuka untuk Kegiatan Agama
Foto lansekap Ibu Kota dengan latar depan Tugu Monas, Jakarta Pusat, Selasa (14/11). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan akan mengubah pergub terkait larangan kegiatan keagamaan di Monas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memastikan bahwa kajian pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa akan selesai pada Desember ini. Saat ini, sudah ada beberapa lokasi yang disiapkan menjadi calon ibu kota baru.

"(Kajian) hampir selesai. Sudah muncul beberapa kandidat (lokasi ibu kota)," tegas Bambang usai menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (12/12/2017).

Sayangnya ditanya lebih lanjut mengenai daerah mana saja yang dipilih sebagai calon ibu kota, Bambang bungkam. Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) itu hanya menyebut ibu kota baru akan berada di luar Jawa.

"Daerahnya A, B, C. Tidak bisa saya sebutkan, yang pasti di luar Jawa," ujar Bambang.

Menurutnya, dalam kajian pemindahan ibu kota tersebut selain lokasi, termasuk juga skema pembiayaan dan perkiraan kebutuhan, serta lainnya. Namun Bambang memastikan belum sampai tahap desain kotanya.

Penyelesaian kajian atau studi ini ditargetkan Bambang tuntas pada akhir Desember 2017. Selanjutnya hasil dari kajian pemindahan ibu kota akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Akhir Desember ini selesai. Kemudian saya lapor ke Presiden dulu," papar Bambang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Alasan dipindahkan

Sebelumnya,Bambang mengungkapkan beberapa alasan yang mendorong keseriusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota atau pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta. Salah satunya adalah ketimpangan kegiatan ekonomi antara wilayah Jabodetabek dengan daerah lainnya.

"Kita bicara pusat pemerintahan baru dalam konteks kebijakan pembangunan perkotaan di Indonesia. Jangan sampai terjadi penumpukan luar biasa di suatu wilayah di Indonesia yang mungkin dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi jangka panjang malah menghambat," ujarnya di Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Bambang menyebut 10 kota dengan penduduk terbesar di Indonesia, yakni Jakarta 10,2 juta jiwa; Surabaya 2,8 juta jiwa; Bandung 2,5 juta jiwa; Bekasi 2,38 juta; Medan 2,2 juta penduduk; Depok 2,1 juta jiwa; Tangerang sebanyak 2,05 juta jiwa; Semarang 1,6 juta jiwa; Palembang dan Tangerang Selatan masing-masing 1,58 juta dan 1,5 juta jiwa.

"Bisa dibayangkan 5 dari 10 kota dengan penduduk terbanyak di Indonesia ada di wilayah Jabodetabek. Artinya penumpukan kegiatanekonomi di Jakarta luar biasa," ujar Bambang.

Dari kondisi tersebut, Bambang menambahkan, terjadi pula ketimpangan dalam strategi pembangunan perkotaan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi Jakarta ke Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai 18 persen. Sedangkan ditambah dengan wilayah Jabodetabek, maka kontribusinya 25 persen dari PDB.

"Jadi seperempat ekonomi Indonesia akan di Jakarta dan sekitarnya. Kita perlu berpikir jangka panjang, Jakarta dengan segala macamproblematikanya bukan jadi pendorong. Salah-salah malah jadi penghambat," ujar Bambang.

Bambang mengaku penumpukan kegiatan ekonomi sekaligus pemerintahan selama ini terpusat di Jakarta. Seolah Jakarta merupakan pusat segalanya dan Indonesia hanya Jakarta saja. Sayangnya, pemerintah tidak dapat memindahkan secara serampangan pusat bisnis ke Palembang atau Surabaya, misalnya, karena ini menyangkut urusan bisnis.

"Bisnis tidak bisa diperintah, tidak bisa diatur pindah seketika. Malah melawan market mechanism kalau dipaksakan pindah, malah bisakolaps industrinya," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya