Bea Cukai Resmikan Laboratorium Canggih, Bisa Deteksi Akik Palsu

Laboratorium baru dapat menghemat waktu sampai lima hari, sehingga akan berdampak pada waktu bongkar muat kapal.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Des 2017, 14:54 WIB
Diterbitkan 18 Des 2017, 14:54 WIB
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi saat meresmikan Laboratorium di kantor Bea dan Cukai Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi saat meresmikan Laboratorium di kantor Bea dan Cukai Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menambah tiga unit laboratorium di tiga Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP). Dengan laboratorium ini dapat menghemat waktu sampai lima hari, sehingga akan berdampak pada waktu bongkar muat kapal (dwelling time) di pelabuhan dan biaya logistik.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan, saat ini sudah ada tiga Balai Pengujian dan Identifkasi Barang (BPIB), yakni di Jakarta, Medan, dan Surabaya yang sudah terakreditasi. Serta tiga laboratorium satelit di bawah BPIB, yaitu di Tanjung Priok, Soekarno-Hatta, dan Dumai.

"Kita tambah lagi tiga laboratorium di KPPBC TMP Tanjung Emas, Merak, dan Bandar Lampung, serta tiga unit mobile laboratorium yang bisa bergerak untuk pengawasan di perbatasan, dan lainnya," kata Heru saat Peresmian Laboratorium di kantor Bea dan Cukai Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/12/2017).

Lebih jauh dijelaskan Heru, BPIB didirikan untuk melakukan pengujuan dan identifikasi barang secara cepat, tepat, dan akurat untuk memberikan kepastian penetapan tarif pos guna menetapkan besaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atas barang ekspor dan impor.

Sementara untuk pendirian laboratorium satelit dan mobile laboratorium, sambungnya, akan membantu peran BPIB dalam mempercepat pemeriksaan barang.

"Jadi yang kita periksa adalah barang komoditas strategis seperti CPO, bahan kimia, barang yang bernilai tinggi di antaranya mutiara, platinum, dan intan. Serta barang-barang berbahaya seperti narkotika, sabu-sabu, dan bahan peledak," Heru menjelaskan.

Menurut Heru, selama ini barang ekspor dan impor yang berasal dari Semarang, contohnya harus dibawa ke Surabaya untuk diperiksa apakah masuk dalam larangan terbatas atau lartas karena belum ada laboratorium. Akibatnya, diakui dia, Bea dan Cukai membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.

"Kalau kita buka tiga laboratorium di Tanjung Emas, Semarang, kita ingin memberikan pelayanan lebih baik dan cepat karena cuma butuh waktu pemeriksaan 10 detik, sehingga bisa menghemat waktu dua sampai lima hari. Nantinya dwelling time dan ongkos logistik bisa turun," terangnya.

Sayang, Heru tidak menjelaskan lebih detail besaran penurunan dwelling time dan ongkos logistik. Pasalnya pemeriksaan fisik hanya dilakukan pada barang-barang tertentu yang tidak bisa dinilai secara kasat mata.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selamatkan Uang Negara

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi saat meresmikan Laboratorium di kantor Bea dan Cukai Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi saat meresmikan Laboratorium di kantor Bea dan Cukai Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/12/2017). (Fiki/Liputan6.com)

Heru menambahkan, Ditjen Bea dan Cukai akan menambah 17 laboratorium, termasuk mobile laboratorium dalam dua tahun ke depan. Dengan demikian, pihaknya akan memiliki sebanyak 26 laboratorium, baik BPIB, laboratorium satelit, dan mobile laboratorium.

"Jadi total kita akan bangun 26 laboratorium dari Sabang sampai Merauke hingga dua tahun mendatang," ujarnya.

Untuk kebutuhan anggaran, sambung dia, Ditjen Bea dan Cukai membangun satu unit laboratorium termasuk mobile laboratorium sekitar Rp 5-8 miliar.

"Kita harus membangun banyak laboratorium karena kita ingin memberikan perlindungan ke masyarakat yang sudah bayar pajak tidak tersaingi dengan impor yang tidak benar," tegas Heru.

Dalam perannya, BPIB dan laboratorium satelit Bea Cukai telah menggagalkan upaya penyelundupan, mulai dari narkotika, ekspor ilegal mutiara budidaya laut.

"Kita telah menggagalkan ekspor ilegal 114 kg mutiara senilai Rp 45 miliar yang disamarkan kode manik-manik dan perhiasan berlian senilai Rp 2 miliar," ujarnya.

Contoh lain, mendeteksi batu akik yang ternyata batu safir senilai jutaan rupiah. Alat-alat canggih di laboratorium tersebut juga bisa memeriksa produk cawan platinum yang dipalsukan dokumennya berbahan baku seng seharga puluhan ribu rupiah, tapi faktanya setelah dicek harganya Rp 30 juta per cawan kecil. Bahkan sepatu pun bisa dicek apakah benar asli terbuat dari kulit atau palsu dari karet sintetis.

Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, Parjiya mengatakan, tiga lab ini diresmikan sebagai salah satu unit pendukung dalam rangka membantu pemeriksa atau petugas Bea dan Cukai.

"Jadi penetapan tarif dan nilai pabean atas barang ekspor dan impor yang diperiksa lebih optimal dan akurat," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya