Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji ‎pengenaan cukai pada minuman berpemanis. Hal ini sebagai bagian dari upaya eksensifikasi objek yang bisa dikenakan cukai.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Abdul Rochim mengatakan, pihaknya belum berkomunikasi dengan Kemenkeu terkait hal ini.
Dia menuturkan, untuk mengambil sikap terkait rencana tersebut, Kemenperin harus melihat tujuan dan manfaat dari pengenaan cukai pada minuman berpemanis. Terlebih lagi, selama ini pengenaan cukai tersebut ‎dikaitkan dengan masalah kesehatan.
Advertisement
Baca Juga
"Saya enggak tahu seperti apa. Kita antar pemerintah harus tahu juga seperti apa sehingga dampaknya terhadap industri mesti kita lihat. Pertimbangan dari industri dan bea cukai juga kita lihat," ujar dia di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Namun jika dilihat dari sisi industri, lanjut dia, produsen minuman berpemanis di dalam negeri pasti akan menolak. Sebab, pengenaan cukai pada minuman berpemanis akan memberikan beban tambahan bagi produsen.
"Tapi kalau produsen sudah pasti menolak," kata dia.
Abdul menuturkan, penolakan dari produsen ini cukup beralasan. Karena, pengenaan cukai akan berdampak pada kenaikan harga jual produk minuman berpemanis dan berpotensi menurunkan volume penjualannya.
"Bisa saja harga naik, mungkin penjualan akan turun. Kalau turun, produksi turun, pertumbuhan industri turun, itu kemungkinan besarnya. Yang jelas itu (produsen keberatan), sudah pasti karena kalau itu pasti industri ke bawa harganya akan naik. Kalau naik, pembelian akan turun," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Minuman Berpemanis dan Emisi Motor Diusulkan Kena Cukai pada 2018
Sebelumnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tengah mempertimbangkan dua barang sebagai objek cukai baru di tahun depan, yakni minuman berpemanis dan emisi kendaraan bermotor. Sementara cukai kantong kresek hanya tinggal menunggu restu DPR dan kemudian berlaku di 2018.
"Ekstensifikasi cukai ‎yang sudah resmi diajukan ke DPR, cukai kresek. Dan dari pemerhati kesehatan supaya mengurangi konsumsi pemanis sehingga menghindari penyakit gula atau diabetes (cukai minuman berpemanis)," kata Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi di kantornya, Jakarta, Rabu 8 November 2017.
Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Marizi Zainudin Sihotang ‎mengatakan, Ditjen Bea dan Cukai fokus pada ekstensifikasi cukai terhadap objek yang sudah dilakukan kajian internal, yakni cukai plastik kresek, minuman berpemanis, dan emisi kendaraan bermotor.
"Prioritasnya di tahun depan kresek dan minuman berpemanis, karena ini yang mudah. Untuk yang minuman berpemanis, kami diskusikan ke Kementerian Kesehatan," tutur dia.
Sedangkan rencana pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor, sambung Marizi, sudah dikaji Ditjen Bea Cukai. Potensi untuk dipungut cukai atas barang tersebut cukup besar.
"Kajiannya kami bikin dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Kementerian Perindustrian diikutkan dalam kajian. Jadi yang dikenakan (cukai) karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor," jelasnya.
Menurut dia, ini adalah jenis cukai tidak langsung karena dikenakan ke produsen sehingga lebih mudah administrasinya. Lalu kemudian oleh produsen ‎dibebankan ke konsumen, mirip seperti mekanisme pungutan cukai rokok.
"Yang emisi kendaraan bermotornya sedikit kena cukai kecil karena eksternalitas negatif dari buangan emisi yang berdampak ke lingkungan. Konsep cukai, kalau kita kenakan atas dasar eksternalitas ‎negatif, apakah itu lingkungan, nanti ada earmark yang digunakan untuk biaya recovery kerusakan lingkungan dan kesehatan," terang Marizi.
Â
Advertisement