Ini Alasan Kemenkeu Mau Pungut Cukai ‎Emisi Mobil

Paling utama adalah untuk pengendalian lingkungan yang tercemar akibat banyaknya gas buang yang dihasilkan kendaraan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Nov 2017, 18:15 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2017, 18:15 WIB
Puluhan Kendaraan Uji Emisi Gratis di Blok M
Petugas melakukan uji emisi gas buang sebuah mobil di Taman Mataram Blok M, Jakarta, Selasa (23/9/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyatakan, pemerintah mengkaji pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor bukan tanpa alasan. Paling utama adalah untuk pengendalian lingkungan yang tercemar akibat banyaknya gas buang yang dihasilkan kendaraan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi mengungkapkan, pungutan cukai emisi ini sebagai alternatif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Tujuannya sesuai dengan prinsip-prinsip pengenaan cukai.

"Prinsipnya pengendalian konsumsi, ramah lingkungan ‎untuk kepentingan perlindungan lingkungan, pemerataan keadilan. Makanya kita bisa ajukan sebagai objek cukai," ucapnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/11/2017).

Akan tetapi, Heru bilang, rencana cukai emisi ini harus dibahas di internal Kemenkeu dengan melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan kementerian/lembaga lain, serta pemerintah daerah.

"Belum final, masih dibahas pemerintah. Tentunya dengan Ditjen Pajak, BKF, pemda, KLHK. Ini harus dikoordinasikan sebelum final diusulkan (ke DPR). Yang pasti belum dalam waktu dekat ini," terangnya.

 

selanjutnya

Sebelumnya, Kepala BKF Kemenkeu, Suahasil Nazara mengungkapkan, mobil dan motor dengan CC lebih besar memiliki emisi lebih tinggi, sehingga dampak ke lingkungan semakin besar. Oleh karenanya, ada kajian pengenaan cukai berdasarkan emisi kendaraan.

"Yang CC-nya lebih tinggi biasanya emisinya lebih tinggi. Biasanya mobil yang emisinya lebih besar, kita memang ingin bisa membayar lebih tinggi," kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (13/11/2017).

Menurut Suahasil, saat ini kendaraan dengan CC lebih besar dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Penjualan (PPN). Dengan demikian, ada penerapan dua rezim pada kendaraan bermotor.

"Ada baiknya ini menjadi simpel, kalau PPnBM apakah dia benar-benar jadi value added, atau sebagai barang yang mengeluarkan emisi, lalu dia masuk dalam kategori peredarannya atau konsumsinya perlu ditekan. Jadi ini barang yang punya eksternalitas negatif, sehingga dia lebih tepat dikenakan cukai," paparnya.

Dia memastikan tidak akan menambah beban masyarakat dengan mengenakan dua pungutan, yakni PPnBM dan cukai untuk kendaraan tersebut. "Kalau PPnBM kan dikonsumsi oleh yang ekonomi tinggi. Kalau kita bisa menyederhanakan PPnBM akan lebih baik, jadi satu rezim PPN (PPN besar), sementara yang PPnBM untuk barang super mewah," ujarnya.

"Kalau konsumsi dibatasi, eksternalitas negatif, nanti dapat dikenakan cukai. Yang kena cuka emisinya. Itu konsep yang berkembang dan menjadi sumber diskusi," tutur Suahasil.

Dia berharap, usulan pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor dapat diajukan ke DPR pada tahun depan. Jika disetujui, akan segera berlaku di tahun yang sama. "Harusnya bisa (2018)," pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya