IMF Ingatkan Risiko Ekonomi RI, Sri Mulyani Jaga APBN Tetap Sehat

Menkeu Sri Mulyani Indrawati akan tetap menjaga APBN pada level yang sehat. Hal ini seiring dengan penilaian IMF terhadap ekonomi Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Feb 2018, 15:19 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2018, 15:19 WIB
Menkeu Jelaskan Ekonomi Indonesia di Ajang Mandiri Investment Forum 2018
Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat memberi pemaparan dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) di Jakarta, Rabu (7/2). Acara ini mengusung tema "Reform and Growth in The Political Years". (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, hasil penilaian Dana Moneter Indonesia (International Moneter Fund/IMF) terhadap perekonomian Indonesia akan menjadi masukan bagi pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi ke depan.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang diinginkan oleh pemerintah harus sejalan dengan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta upaya untuk menjaga defisit anggaran.‎

"Ya kalau dari sisi international financial institution seperti IMF, mereka akan mempertimbangkan atau melihat pada sisi di mana suatu negara menjaga momentum ekonomi. Pada saat yang sama juga ingin menjaga stabilitas dari APBN kita, sehingga kita mencari apa yang dimaksud titik balance. Kalau IMF punya pandangan yang lebih rileks yang silakan saja," ujar dia di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Sri Mulyani mengungkapkan, penting bagi Indonesia untuk menjaga defisit anggaran. Sebab dengan demikian, keuangan negara semakin kuat dan ekonomi Indonesia akan lebih tahan terhadap guncangan akibat gejolak ekonomi global.‎

"Saya rasa Indonesia, kita dengan defisit financing yang lebih rendah terutama keinginan kita membuat primary balance sekitar lebih kecil itu tujuannya menciptakan fiskal buffer dengan kondisi ekonomi tidak selalu always easy. Dan oleh karena itu, situasi yang sangat baik kita hanya mencoba untuk membuat APBN kita makin consolidate sehingga saat ekonomi mengalami shock yang berasal dari luar, kita masih memiliki space untuk melakukan intervensi," kata Sri Mulyani. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

IMF Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen pada 2018

The International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat naik secara bertahap menjadi 5,6 persen dalam jangka menengah.

Pertumbuhan ekonomi tu akan disumbangkan dari permintaan domestik. Akan tetapi, IMF memperingatkan Indonesia mengenai peningkatan investasi infrastruktur yang dapat bebani negara.

Dalam tinjauan tahunan atas kebijakan ekonomi Indonesia yang dirilis pada Selasa 6 Februari 2018, IMF juga memproyeksikan inflasi tahunan akan tetap sekitar 3,5 persen. Diharapkan inflasi dapat terjaga baik.

Selain itu, defisit neraca berjalan diperkirakan tetap dekati dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini didorong harga komodits dan ekspor yang kuat.

Laporan IMF juga menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,3 persen pada 2018. Angka ini lebih tinggi dibandingkan 2017 di kisaran 5,1 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi tersebut lebih rendah dari target pemerintah Indonesia.  Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pertumbuhan ekonomi dipatok di kisaran 5,4 persen pada 2018.

"Risiko terhadap prospek masih ada terutama lonjakan volatilitas keuangan global, ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi Amerika Serikat, penurunan pertumbuhan di China dan ketegangan geopolitik," tulis IMF, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (7/2/2018).

IMF menilai, pertumbuhan global dan harga komoditas dapat membantu prospek ekonomi Indonesia. Namun risiko domestik membayangi Indonesia antara lain kekurangan penerimaan pajak dan pembiayaan fiskal yang lebih besar karena suku bunga tinggi.

IMF juga mendesak pemerintah Indonesia tetap mewaspadai risiko arus modal yang volatile dan penyesuaian fiskal 2018. Ini untuk menjaga pertumbuhan dan menjaga kondisi fiskal.

Selain itu, IMF menyambut baik kemajuan Indonesia untuk meningkatkan investasi infrastruktur. Namun langkah tersebut harus disesuaikan dengan pembiayaan yang tersedia dan kemampuan ekonomi untuk serap investasi baru.

"Prioritas harus diberikan untuk pembiayaan infrastruktur dengan pendapatan dalam negeri, serta partisipasi sektor swasta lebih besar termasuk investasi langsung asing. Ini agar batasi penumpukan utang perusahaan dan kewajiban kontinjensi dari Badan Usaha Milik Negara," tulis IMF.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya