Tingkatkan Akurasi Data Panen, Pemerintah Manfaatkan Satelit

Untuk tahap awal sistem ini akan diterapkan di wilayah Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera

oleh Septian Deny diperbarui 14 Feb 2018, 14:31 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2018, 14:31 WIB
Petani di sejumlah daerah di Banyumas dan Cilacap mulai panen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani di sejumlah daerah di Banyumas dan Cilacap mulai panen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan mulai memanfaatkan sistem pengindraan jarak jauh untuk memantau panen petani. Hal ini agar data hasil panen padi para petani bisa terpantau secara akurat.

Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG) Nurwadjedi mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan sistem pemantauan pengelolaan sawah dengan memanfaatkan penginderaan jarak jauh melalui satelit.

"Mengembangkan sistem pemantauan pengelolaan sawah pakai penginderaan jauh. Intinya itu, jadi kita ingin dapatkan supaya bisa prediksi kapan panen rayanya dan kemudian berapa luasan produksinya. Jadi kita bergerak cepat mudah-mudahan kita bisa segera perkirakan data kapan panen raya akan terjadi di lumbung beras nasional," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Dia mengungkapkan, pihaknya akan memanfaatkan satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Sedangkan hasil pemantauannya akan diberikan kepada Perum Bulog agar BUMN tersebut bisa mengetahui wilayah yang tengah panen raya sehingga bisa segera menyerap hasil panen petani.

"Kita sedang, tapi kan kita juga sedang mengembangkan data itu agar bisa dipake dan dirapihkan pake satelit dari LAPAN. Jadi dari data satelit itu pake data modis dan dikombinasikan, kita nanti bisa memprediksi. Sistem yang dibangun oleh BIG dan LAPAN itu akurasi sekitar 85 persen," kata dia.

Nurwadjedi mengungkapkan untuk tahap awal sistem ini akan diterapkan di wilayah Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera, yang merupakan sentra tanaman padi. Dia menargetkan akhirnya Februari semua persiapannya selesai sehingga bisa segera dijalankan.

"Kita prioritaskan yang untuk sampai akhir Februari ini Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah. Tinggal tiga provinsi lagi, mudah-mudahan menyusul. Ini khusus cetak padi. Untuk mengetahui produksi padi dan beras. Kapan panen raya, berapa jumlahnya," tandas dia.

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kementan Targetkan Bulog Serap 2,2 Juta Ton Gabah

Petani menjemur padi yang baru dipanen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani menjemur padi yang baru dipanen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Pemerintah berkomitmen menyerap 2,2 juta ton gabah petani hingga Juni 2018. Untuk menyerap gabah petani tersebut, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, sebenarnya ada tiga komoditas yang akan diserap oleh Bulog sebagai penugasan dari pemerintah. Tiga komoditas tersebut yaitu beras, bawang merah dan jagung.

"Kita sepakat intinya bagaimana menyerap produksi pertanian, khususnya bawang saat ini harganya jatuh, kemudian jagung juga jatuh ini juga harus diserap, kemudian beras. Tiga-tiganya diserap, kita sepakat serahkan bagaimana kita dorong Bulog," ujar dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Untuk beras, lanjut Amran, pemerintah akan memerintahkan Bulog untuk menyerap sebanyak 2,2 juta ton gabah petani. Hal tersebut merupakan kesepakatan pemerintah dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kementerian Koordanasi Bidang Perekonomian.

"Komitmen kita adalah mulai Januari-Juni itu menyerap 2,2 juta ton oleh Bulog. Itu kesepakatan di Rakortas. Ini kita kerja bersama kita dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan," kata dia.

Dalam menyerap gabah tersebut, pemerintah memberikan empat skema harga yang bisa diterapkan oleh Bulog dalam membeli gabah petani. Empat skema tersebut yaitu untuk gabah di bawah kualitas dengan kadar air lebih dari 30 persen akan dibeli dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kg.

Kemudian gabah dengan kualitas standar yang akan dibeli dengan harga sesuai HPP, gabah yang dibeli dengan harga 10 persen di atas HPP dan gabah kualitas komersil yang akan diolah menjadi beras premium dengan harga yang tinggi.

"Yang di luar kualitas, kadar air 30 persen, itu di luar kualitas biasanya (standar kadar air 25 persen), kita sepakati diserap. Yang kedua di atas HPP ada namanya, itu 10 persen. Kalau di atasnya lagi, komersil juga dibeli. Jadi ada empat," jelas dia.

Dengan ada empat skema harga ini diharapkan petani tak khawatir jika gabah yang kualitasnya rendah tidak terserap.

"Jadi kualitas di bawah kadar airnya musim hujan, itu dibeli dengan harga kualitas. Kemudian di atas HPP, kemudian komersil di atas lagi, itu premium dan seterusnya dibeli. Jadi enggak ada celah (gabah petani tidak diserap). Presiden, pemerintah ini melindungi petani," ujar dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya