Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau Bank BRI mengungkapkan, kasus skimming ATM atau duplikasi kartu ATM tidak hanya terjadi di BRI, namun juga dialami beberapa bank lain. Hanya saja, kasus skimming ini memang lebih banyak dialami oleh nasabah pelat merah itu.
“Nasabah kami sangat besar, 70 juta (nasabah) dengan ATM yang tersebar luas 25 ribu ATM. Kalau bicara skimming kami akan kena hit lebih besar karena ATM kami tersebar ke remote-remote (daerah terpencil) yang enggak terjangkau pengawasan ya,” kata Direktur Utama Bank BRI, Suprajarto di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Meski demikian, Suprajarto mengatakan, kasus ini sudah ditangani dengan cepat oleh Bank BRI bersama dengan kepolisan. Dengan begitu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BRI tetap terjaga dengan baik.
“Sehingga dengan cepatnya kami atasi hal itu. Reputasi kami enggak terlalu terganggu. Ini memberikan keyakinan ke masyarakat, BRI serius menangani masalah,” kata dia.
Sebelumnya, empat orang Warga Negara Asing (WNA) dan satu orang Warga Negara Indonesia (WNI) diringkus kepolisian atas kasus skimming yang terjadi di beberapa kota di Indonesia. Salah satu aksi mereka membobol uang nasabah BRI.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan, saat ini para pelaku masih dimintai keterangannya. Para pelaku diduga merupakan jaringan internasional.
"Jadi untuk empat warga negara asing masih dalam pemeriksaan. Dugaan mereka merupakan jaringan internasional ya," katanya di Mapolda Metro Jaya.
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Ganti Uang Nasabah Bukan Solusi Terbaik Kasus Skimming
Industri perbankan harus segera membenahi sistem pengamanan termasuk juga sistem teknologi informasi untuk mengatasi masalah pencurian data nasabah melalui modus skimming. Bank tidak bisa terus menerus mengganti uang nasabah yang terkena skimming.
Pengamat perbankan Hilmi Rahman Ibrahim menjelaskan, pembenahan sistem teknologi sangat diperlukan secepatnya untuk mengatasi dan mencegah kasus skimming terjadi lagi.
Sejauh pengamatannya, penanganan yang sering dilakukan oleh perbankan adalah mendata korban skimming serta mengganti uang nasabah yang hilang.
"Jadi kalau sudah ada korban, cukup ditanggung selesai, ini penanganan pertama dari skimming. Bank akan ganti kerugian nasabah korban skimming," ungkapnya dalam diskusi, di Hotel Diradja, Jakarta, Selasa (10/4/2018).
Hal ini, menurut dia tidak akan cukup kuat menangkal kasus skimming yang memang bukan hal baru dalam dunia perbankan.
"Kasus skimming sudah selalu menjadi ancaman karena sudah 62 kali, berdasarkan catatan yang saya dapatkan. Jadi ini bukan sesuatu yang baru. Kalau bukan sesuatu yang baru maka penanganan harus cepat, dan bersifat mengatasi persoalan," katanya.
Jika perbankan lambat mengatasi masalah ini, maka sebagai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lama-kelamaan akan tergerus.
"Perbankan itu jasa. Sangat sensitif. Bayangkan kalau setiap Minggu ada kejadian skimming. Kemudian pihak perbankan hanya bertahan dengan siapa korban, datang ke saya saya ganti. Kepercayaan pada instusi bank, yang lama-kelamaan melorot," tegas dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement