Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)mempertanyakan keakuratan data pangan yang ada selama ini. Sebab, data yang dimiliki antar-kementerian dan lembaga berbeda sehingga banyak kebijakan pangan yang diambil pemerintah tidak tepat sasaran.
Anggota BPK, Rizal Djalil, mengatakan, persoalan pangan tidak pernah jauh dari konsumsi dan ketersediaan. Namun sayangnya, data terkait kedua hal tersebut sering kali tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan.
Advertisement
Baca Juga
"BPK menemukan persoalan data konsumsi beras nasional tidak akurat. Saya tahu teman BPS diberikan mandat Presiden bahwa BPS satu-satunya sumber data. Untuk itu, tenaga ditambah, anggaran ditambah, regulasi diperbaiki. Tapi kami ingatkan ke BPS, tolong speed-nya dipercepat, gunakan teknologi canggih. Sehingga kebutuhan data yang diperlukan pemerintah bisa tersedia dalam waktu yang cepat," ujar dia di Kantor BPK, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Selain data pangan, data terkait lahan juga dinilai tidak akurat. Selama ini, banyak lahan yang telah baralih fungsi, namun masih masuk dalam kategori lahan tanam.
"Data luas lahan tidak akurat, terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Harus kita antisipasi semua bagaimana mencegah alih fungsi lahan ini," kata dia.
Terakhir, pemerintah juga tidak pernah menetapkan angka cadangan pangan ideal. Padahal hal ini sudah diatur di Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
"Sistem pelaporan produktivias padi tidak akuntabel. Kenya saja sudah menggunakan satelit. Alhamdulillah sekarang kita juga sudah gunakan satelit. Sekarang ada metode kerangka sampling area, mudah-mudahan hasilnya lebih baik," tandas dia.
Data Beras Tak Akurat, Ini Pembelaan Mentan Amran
Kementerian Pertanian (Kementan) menyerahkan data produksi beras ke Badan Pusat Statistik (BPS). Hal tersebut untuk menanggapi masalah data produksi beras yang diduga menjadi akar masalah tingginya harga di pasaran.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan hal itu usai membuka Rapat Kerja Nasional Pertanian Tahun 2018 di Hotel Bidakara Jakarta, pada 15 Januari 2018.
"Data serahkan BPS kita satu pintu. Yang terpenting adalah kita melihat tidak ada impor jagung masuk di Indonesia 2017," kata dia.
Menanggapi perdebatan data pasokan beras, Amran menggunakan hitungan kasar. Dia mengatakan, musim tanam berlangsung pada Oktober. Jadi, dengan umur padi sekitar tiga bulan, maka panen akan terjadi pada Januari.
"Logika sederhana ya Oktober hujan, sepakat? Umur padi tiga bulan. Daripada kugunakan data, daripada diperdebatkan kita hitung-hitungan di lapangan. Oktober hujan, berarti tanam. Umur padi tiga bulan, Oktober, November, Desember, berarti Januari ada panen," ujar dia.
Selanjutnya, panen akan terus berlangsung dan mencapai puncaknya pada Februari.
"Ada ya, kalau ada berarti ada, Februari lihat. Kalau normal, Februari masuk panen puncak. Februari, Maret April," ujar dia.
Advertisement