Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha berupaya mengantisipasi agar fluktuasi nilai tukar rupiah tidak sampai berdampak negatif. Antisipasi tersebut agar pelemahan nilai rupiah tidak berdampak terlalu besar kepada pendapatan perusahaan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan P Roeslani menjelaskan, pelemahan rupiah bakal berdampak pada naiknya cost of fund. Strategi yang dilakukan pengusaha adalah dengan melakukan efisiensi.
"Buat kita sekarang mengetahui bahwa cost of fund akan naik ya bagaimana kita coba lebih efisien," ungkapnya ketika ditemui, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Rosan mengatakan upaya pengurangan keuntungan bisa dilakukan sehingga konsumen tidak ikut terbebani.
"Opsinya bisa dua, satu kita berikan kepada konsumen atau kita cut margin kita atau kita menjadi lebih efisien. Nah kita bisa padukan dan di dunia usaha sih kita sudah mengantisipadi bahwa cost of fund akan naik," jelasnya.
Terkait suku bunga, pihaknya memproyeksikan masih akan terjadi penaikan suku bunga oleh bank Indonesia.
"Sudah masuk planning kita bahwa akan ada kenaikan cost of fund karena kita lihat suku bunga kemungkinan besar kita antisipasi naik lagi karena kemaren BI sempat menahan kenaikan subung. Tapi kita lihat kan kenaikannya akan tetap naik sampai akhir tahun," tandasnya.
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Terpuruk Karena Industri Melemah
Ekonom Senior Faisal Basri menilai pelemahan Rupiah tak hanya akibat faktor eksternal perekonomian global. Pelemahan mata uang Garuda juga karena industri nasional yang lemah.
Hal ini, dikatakan Faisal, karena banyak perusahaan asing yang tak lagi masuk ke industri manufaktur dalam negeri berbasis ekspor. Ini yang kemudian menyebabkan repatriasi profit perusahaan asing menjadi sangat besar.Â
BACA JUGA
"Repatriasi profit perusahaan asing luar biasa besar berdasarkan data Bank Indonesia (BI). Current account deficit kita USD 17 miliar, barang masih surplus USD 27 miliar, tapi defisit repatriasi dan bayar bunga itu USD 33 miliar karena asing yang di Indonesia itu tidak lagi di industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Jadi melemahnya Rupiah ya karena industrinya semakin melemah," jelas dia di Jakarta, Minggu (22/7/2018).
Menurut dia, salah satu industri yang berorientasi ekspor saat ini yang masih dapat dikembangkan adalah industri otomotif, baik mobil ataupun sepeda motor.
"Pertumbuhan sepeda motor Januari hingga Mei ini 250 unit. Yang biasanya pertumbuhannya minus selama tiga tahun berturut-turut, tapi ini tumbuh 13,1 persen. Ini kan bisa jadi contoh untuk yang lain," kata dia.
Basri juga menambahkan, industri mobil kini tumbuh sebesar 3 persen. Naik dibanding tahun lalu di kisaran 2,6-2,8 persen.
"Januari-Juni industri mobil kita keseluruhan naik tiga koma sekian persen, sedikit lebih tinggi dari tahun lalu yang baru 2,6-2,8persen," tandasnya.
Advertisement