100 Pengusaha Sawit Belum Kantongi Sertifikat ISPO

Kendala yang paling sering dihadapi pelaku usaha sektor sawit untuk memperoleh sertifikat ISPO berkaitan dengan aspek legalitas lahan.

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Sep 2018, 12:27 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2018, 12:27 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi mengatakan masih cukup banyak pelaku usaha di sektor perkebunan sawit yang belum mengantongi sertifikat standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Hingga saat ini dari 561 korporasi maupun koperasi yang bergerak di sektor perkebunan sawit, masih ada sekitar 100-an koperasi maupun korporasi yang belum mendapatkan sertifikat ISPO.

"Hingga hari ini jumlah sertifikat ISPO yang telah diterbitkan baru mencapai 346 sertifikat. 4 koperasi dan 342 korporasi dari total 561 perusahaan yang sudah laporkan laporan akhir," ungkapnya di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Menurut dia, kendala yang paling sering dihadapi pelaku usaha sektor sawit untuk memperoleh sertifikat ISPO berkaitan dengan aspek legalitas lahan.

(Pelaku usaha perkebunan sawit) wajib untuk memiliki izin perkebunan dan hak atas tanah sebagai salah satu persyaratan wajib untuk dapat menjalankan usaha di bidang perkebunan," jelas dia.

Dia mengharapkan, ke depan semakin banyak pengusaha sawit yang serius mengurus legalitas usahanya sehingga dapat memperoleh sertifikat ISPO yang penting bagi produk sawit Indonesia, terutama dalam persaingan memasuki pasar global.

"Aspek legalitas lahan sering menjadi untuk mendapatkan sertifikat ISPO. Jadi masih banyak, sekitar 100-an lebih yang belum mendapatkan akibat aspek legalitas lahan," tandasnya.

RI Menangkan Gugatan Iklan Minyak Kelapa Sawit di Prancis

Ilustrasi Perkebunan Sawit
Ilustrasi Perkebunan Sawit (iStockphoto)​

Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan atas iklan minyak kelapa sawit Indonesia di Lyon, Prancis. Hal tersebut merupakan kesimpulan dari keputusan resmi komisi etika periklanan Prancis atau Jury de Deontologie Publicitaire (JDP) pada 15 Juni 2018.

Dengan keputusan tersebut, iklan minyak kelapa sawit Indonesia yang dipublikasikan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Lyon dipastikan tidak melanggar aturan.

“Hasil keputusan JDP adalah kemenangan legal bagi Indonesia, karena keputusan JDP tidak memenuhi keluhan pelapor, yang menganggap iklan ITPC Lyon tidak benar dan tidak berdasar,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, dalam keterangan tertulis, Rabu (27/6/2018).

Dengan kemenangan ini, Indonesia berhasil mempertahankan citra minyak kelapa sawit Indonesia sebagai produk yang lebih berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan.

Namun, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengingatkan pemerintah untuk tetap waspada mengawal minyak kelapa sawit Indonesia.

“Indonesia masih harus tetap bersiap atas langkah-langkah yang mungkin diambil Uni Eropa untuk mencegah kembali masuknya minyak kelapa sawit ke pasar Eropa,” ungkap Enggartiasto.

Akhir tahun lalu, ITPC Lyon mempublikasikan iklan dengan informasi 'L’huile de palme Indonésienne est plus durable et plus écologique' atau 'Minyak kelapa sawit Indonesia lebih berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan'.

Iklan minyak kelapa sawit ini diadukan ke JDP. Pelapor mengadukan pernyataan dalam iklan sebagai pernyataan yang tidak benar dan tidak berdasar. Kasus bergulir mencapai puncaknya pada sesi dengar pendapat, 1 Juni 2018.

Dalam sesi dengar pendapat tersebut, delegasi Indonesia dipimpin Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati. Delegasi Indonesia terdiri atas perwakilan KBRI Paris, perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), serta Sekretariat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya