Komisi XI DPR Sepakati Asumsi Ekonomi Makro RAPBN 2019

Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan, pihaknya optimis pembangunan tahun 2019 akan lebih baik.

oleh Merdeka.com diperbarui 13 Sep 2018, 19:34 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2018, 19:34 WIB
Ilustrasi RAPBN
Ilustrasi RAPBN

Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah akhirnya menyepakati asumsi ekonomi makro Rancangan Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berterimakasih atas kritik dan masukan yang disampaikan oleh DPR selama pembahasan.

"Saya berterimakasih atas masukan pertanyaan yang semuanya saya anggap merupakan upaya kita untuk membuat betul betul APBN kita kredibel dan tetap terjaga meskipun kita mengakui adanya dinamika global yang harus terus kita waspadai," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2018).

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan, pihaknya optimis pembangunan tahun 2019 akan lebih baik.

Dia menekankan, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) tidak boleh membuat patah semangat.

"Kita optimis di dalam pembangunan ke depan tahun 2019. Jadi fluktuasi kurs itu bukan membuat kita menjadi patah semangat kita tetap semangat membangun. Pertumbuhan masih positif, semoga siapa pun yang memimpin negara ini rakyat yang akan beruntung," jelasnya.

Adapun asumsi ekonomi makro yang disetujui adalah pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,3 persen, serta inflasi pada target 3,5 persen.

Sementara nilai tukar Rupiah diasumsikan Rp 14.400 per Dolar AS. Selain itu, DPR juga sepakat suku bunga SPN 3 bulan rata-rata 5,3 persen.

Sementara itu, tingkat pengangguran ditargetkan 4,8 persen sampai 5,2 persen, tingkat kemiskinan 8,5 sampai 9,5 persen, tingkat ketimpangan 0,38 sampai 0,39, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 71,98.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Di DPR, Sri Mulyani Beberkan Alasan Target Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen pada 2019

Ilustrasi Anggaran Belanja Negara (APBN)
Ilustrasi Anggaran Belanja Negara (APBN)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan komisi XI DPR RI pada Senin (10/9/2018).

Rapat kerja tersebut untuk membahas pengambilan keputusan asumsi dasar ekonomi makro Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan asumsi ekonomi makro pada 2019.

Beberapa di antaranya pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, inflasi, harga minyak dan suku bunga SPN 3 bulan. 

Untuk penetapan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019. Kondisi ekonomi global tak luput dari pertimbangan pemerintah. Dinamika ekonomi global masih terus berlangsung dipicu oleh kebijakan ekonomi Amerika Serikat. 

"Pertama normalisasi kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Pertama, suku bunga dan tingkat likuiditas. Normalisiasi artinya menyesuaikan kembali tingkat suku bunga," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/9/2018).

Sri Mulyani mengatakan, beberapa kuartal terakhir sejak 2017 hingga 2018 bank sentral Amerika Serikat telah menaikan suku bunga sebanyak 175 basis poin. Hal ini kemudian berdampak secara keseluruhan kepada seluruh ekonomi dunia. 

"Implikasi dari normalisasi kebijakan moneter tentu bersifat sangat global karena mata uang Amerika Serikat adalah mata uang yang digunakan di seluruh dunia," ujar dia. 

Tidak hanya normalisasi moneter, kebijakan perdagangan ekonomi Amerika Serikat juga berdampak pada perekonomian global. Perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok diprediksi masih meluas ke negara lain. 

"Pertumbuhan negara di seluruh dunia masih di 3,9 persen. Di mana AS paling kuat, pertumbuhannya 2,9 persen. Eropa akan menurun sedikit ke 2,2 persen terutama disumbang negara besarnya. Perancis juga turun, Italia lebih rendah," ujar dia.

Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani didampingi oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bappenas Bambang Brodjonegoro, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya