Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menerapkan program campuran minyak sawit dengan solar atau disebut biodiesel 20 persen (B20) pada 1 September 2018. Kebijakan tersebut berlaku untuk solar bersubsidi dan non subsidi.
Staf Ahli Menter Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, saat ini ada tiga sektor yang belum menerapkan kebijakan tersebut, yaitu pertambangan dataran tinggi, pembangkit listrik dan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista), karena perlu dilakukan kajian lebih mendalam.
"Pengecualian kecuali alutsista, high land, turbin," kata Dadan, di Jakarta, Rabu (19/9/2018).
Advertisement
Dadan menuturkan, untuk alutsista saat ini dilakukan uji coba. Namun, uji coba hanya kendaraan tempur buatan dalam negeri yang produksi PT Pindad (Persero) saja.
Baca Juga
"Untuk alutsista, kalau enggak salah kemarin pak Mendag ke Pindad buat lihat uji coba, jadi prosesnya di situ, uji coba di Pindad," tutur Dadan.
Dadan mengungkapkan, dalam uji coba akan dievaluasi spesifikasi biodiesel yang dibutuhkan alutsista, uji coba ini diperkirakan memakan waktu yang lama.
Sedangkan kendaraan tempur buatan luar negeri belum dilakukan uji coba menggunakan solar bercampur minyak kelapa sawit atau biodiesel 20 persen.
"Mungkin ini agak lama, sebagian sudah (uji coba) yag di Pindad, lagi dilihat kesesuaiannya dengan alat-alat lain bagaimana," ujar dia.
Perluasan Campuran Minyak Sawit pada Solar Sudah Capai 80 Persen
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mempercepat perluasan pencampuran 20 persen minyak kelapa sawit dengan solar atau mandatori Biodiesel 20 persen (B20). Hingga kini proses pencampuran sudah mencapai 80 persen.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto melakukan monitoring implementasi B20 di Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Kabil, Batam, untuk melihat langkah percepatan yang dilakukan Pertamina.
"Dalam pemantauan kami perluasan B20 yang dicapai Pertamina sudah 80 persen dari target periode berjalan. Saya optimis bisa 100 persen di akhir tahun 2018 nanti," kata Djoko, di Jakarta, Minggu 16 September 2018.
Program mandatori B20 yang dicanangkan pemerintah, bertujuan untuk percepatan pemanfaatan green energy sekaligus menghemat devisa, dengan pengurangan potensi impor Solar.
Langkah yang dilakukan yakni mendorong pencampuran FAME baik untuk Bahan Bakar Diesel baik Public Service Obligations atau subsidi maupun non subsidi.
"Saya berharap Pertamina melaksanakan program ini dengan sungguh-sungguh yang nantinya dapat menekan impor Solar dan berimbas pada penghematan devisa," tutur Djoko.
Direktur Logistik, Supply Chain, & Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo menjelaskan, selama periode Januari hingga 14 September 2018, Pertamina telah menggunakan minyak kelapa sawit atau Fatty Acid Methyl Eter (FAME) untuk campuran Solar sekitar 1,8 juta kilo liter (kl) atau 80 persen dari target periode berjalan, yaitu berkisar 2,265 juta kl.
Menurut Gandhi, Pertamina selalu berupaya maksimal dan berkomitmen penuh menjalankan setiap penugasan yang diberikan Pemerintah. Termasuk menjadi penggerak dalam program mandatori B20.
Pencampuran FAME ke bahan bakar jenis diesel ini bukanlah hal yang baru bagi Pertamina. Sebelumnya, Pertamina sudah melaksanakannya untuk bahan bakar jenis solar subsidi.
"Sudah menjadi kewajiban kami untuk mensukseskan program Pemerintah. Momentum ini bisa menjadi trigger untuk badan usaha yang lain agar lebih cepat dalam menjalankan program B20," tandas Gandhi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement