Kementerian ESDM Bantah Sektor Listrik Bikin Rupiah Melemah

Kementerian ESDM menilai, dolar AS melemah didorong belanja online dan impor handphone.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Sep 2018, 14:00 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2018, 14:00 WIB
20170406- PLTA Jatigede- Jawa Barat- Immanuel Antonius
Pekerja beraktivitas di sekitar proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (6/4). Diperkirakan PLTA ini sudah dapat beroperasi pada 2019. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) membantah, sektor kelistrikan menjadi penyebab rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan defisit neraca perdagangan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Sommeng, mengatakan sektor kelistrikan tidak berperan dalam pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dia menyebutkan penyebabnya adalah defisit neraca perdagangan

"Tidak ada berpengaruh dalam kurs, itu karena keseimbangan ekspor impor neraca perdagangan kita," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin ‎(24/9/2018).

Andy menuturkan, porsi impor komponen pembangkit juga tidak besar. Dia pun membantah, rencana  penundaan proyek 15.200 Mega Watt (MW) bertujuan untuk menyeimbangkan defisit neraca perdagangan.

‎"Kalau (impor) sektor listrik tergantung (jenis barangnya). Tapi transmisi distribusi sudah bikin sendiri," ujar dia.

Andy melanjutkan, investasi sektor kelistrikan  khususnya dari luar negeri juga bukan menjadi penyebab melemahnya rupiah.

Hal tersebut justru mendatangkan dolar AS masuk ke Indonesia. Di sisi lain penggunaan dolar AS, sektor kelistrikan juga sudah ditiadakan sejak Peraturan Bank Indonesia.

"Itu karena kita impor beli hand phone, beli belanja online‎. Itu salah (rupiah melemah karena sektor kelistrikan)," ujar dia.

 

Isu Perang Dagang Kembali Tekan Rupiah

Nilai tukar Rupiah
Seorang nasabah memasuki tempat penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Isu pembelian jet tempur Rusia oleh China menjadi salah satu isu yang mendorong penguatan dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Senin 24 September 2018, rupiah dibuka di angka 14.846 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.816 per dolar AS.

Sejak lagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.846 per dolar AS hingga 14.879 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,71 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.865 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.824 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, kabar mengenai China membatalkan pembicaraan tarif dan perdagangan tingkat menengah dengan AS membuat aset mata uang berisiko seperti rupiahkembali mengalami tekanan.

"Investor kembali fokus pada perang dagang, China telah membatalkan kunjungannya ke AS yang dijadwalkan pekan ini," katanya seperti dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan China menambahkan USD 60 miliar produk AS ke daftar tarif impor. Itu merupakan balasan China terhadap bea masuk AS atas barang-barang Tiongkok senilai USD 200 miliar.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan hubungan politik AS-China juga memburuk menyusul pembelian jet tempur serta rudal oleh China dari Rusia.

"Dengan isu baru ini membuat hubungan dagang AS-China yang sebelumnya mengalami ketegangan karena penetapan tairf impor barang semakin memburuk," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya