Mulai Hari Ini, Nilai Barang Impor Bebas Bea Masuk Turun Jadi USD 75

Aturan ini diambil untuk menciptakan level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM yang membayar pajak dengan produk-produk impor.

oleh Nurmayanti diperbarui 10 Okt 2018, 13:15 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 13:15 WIB
Pemeriksaan barang bawaan penumpang oleh Bea Cukai di bandara. (Dok Bea Cukai)
Pemeriksaan barang bawaan penumpang oleh Bea Cukai di bandara. (Dok Bea Cukai)

Liputan6.com, Jakarta Aturan baru terkait impor barang kiriman yang ditetapkan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) resmi berlaku pada Rabu (10/10/2018) ini.

Aturan baru menetapkan nominal ketentuan nilai barang yang bebas bea masuk turun menjadi USD 75 (Rp 1.125.000) dari sebelumnya USD 100 atau sekitar Rp 1,5 juta (kurs 1 USD=Rp 15.000).

Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

Aturan ini ditetapkan di Jakarta usai ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 6 September 2018.

Aturan ini diambil untuk menciptakan kesamaan daya saing antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM yang membayar pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.

"Pertimbangan ini diambil berangkat dari masukan beberapa asosiasi IKM. Kementerian Perindustrian, asosiasi fon/varder (ALFI), dan pengusaha retail atau distributor offline," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, belum lama ini.

Penyesuaian de minimis value ini juga merupakan rekomendasi dari World Customs Organization (WCO). Hasil studi tentang perkembangan e-commerce menunjukkan praktik underdeclaration, under-valuation, misdeclaration, hingga splitting barang kiriman kini kian marak.

Aturan ini akan berlaku untuk semua jenis barang. Adapun dalam Pasal 20 ayat 2 PMK 112, disebutkan penetapan pembebanan tarif bea masuk dikecualikan terhadap impor barang kiriman berupa buku.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

Aturan Baru Impor Barang Kiriman Bikin Persaingan Usaha Lebih Sehat

Rupiah Melemah, Harga Barang Elektronik Berpotensi Naik
Pekerja merapikan barang elektronik yang dijual di pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar rupiah yang bergerak melemah hingga menembus Rp 14.920 per dolar AS berpotensi mengerek harga barang elektronik. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Asosiasi Peritel lndonesia (Aprindo) menyatakan dukungannya terhadap aturan terbaru soal ketentuan impor barang kiriman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018 (PMK 112).

Seperti diketahui, kebijakan tersebut akan memperkecil nominal ketentuan nilai bebas bea masuk dari USD 100 menjadi USD 75 per hari.

"Terkait PMK 112, kami lihat langkah tersebut sangat strategis dan melindungi. Kami juga melihat itu turut mendorong industri dalam negeri tumbuh," ucap Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Dia juga menekankan, dengan diterapkannya perubahan aturan ini akan menciptakan persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku industri negeri, baik untuk retailer offline maupun online.

"Selain itu PMK ini ditujukan untuk menekan modus importasi barang yang tidak membayar Bea Masuk dan PDRI (pajak dalam rangka impor), menciptakan persaingan sehat antara retailer offline dan retailer online, mendorong penggunaan produk dalam negeri, dan menciptakan keadilan sesama pelaku usaha," paparnya.

Sebagai perbandingan, ia coba merujuk pada temuan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan perihal transaksi 400 barang impor yang dilakukan secara splitting dalam waktu satu hari untuk menghindari bea masuk.

Menurutnya, jumlah sebanyak itu bukan dilakukan untuk konsumsi pribadi salah satu pihak, melainkan barang yang nantinya akan kembali diperdagangkan.

"Kalau dilihat secara presentasi 400 kiriman per hari, itu bukan online untuk pribadi. Secara logika, itu betul-betul barang dagangan," ungkap dia.

"Saya kira pelaku usaha yang tidak melakukan perdagangan dengan benar maka akan mencari jalan keluar seperti tadi," tambahnya.

Namun begitu, dia percaya, aturan baru ini merupakan sebuah bentuk keadilan dan tak akan mencegah retailer melakukan impor. Bila kebijakan ini tak dibuat, lanjutnya, maka hanya tersisa ada dua pilihan bagi para retailer, yakni mengelabui aturan agar bisa bertahan atau menjadi lemah lantaran berusaha manut terhadap regulasi.

"Jika ini tidak dilaksanakan, pasti banyak pelaku yang banyak melakukan splitting seperti tadi. Kita harapkan dengan adanya pencegahan lewat PMK 112, industri dalam negeri akan berlomba lomba untuk bersaing," tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya