Meikarta Tersandung Suap Perizinan, Menteri Sofyan Sebut Itu Wewenang Pemda

Sekitar 300 hektar lebih lahan Proyek Meikarta belum mendapat izin resmi sebab masih dalam proses.

oleh Merdeka.com diperbarui 19 Okt 2018, 14:43 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 14:43 WIB
Terjerat Perizinan, Pembangunan Proyek Meikarta Tetap Berjalan
Kendaraan melintasi salah satu tower Apartemen Meikarta, Cikarang, Bekasi, Kamis (11/10). KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro tersangka suap perizinan proyek Meikarta. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kasus suap Proyek Meikarta saat ini tengah menjadi sorotan. Suap dalam proyek tersebut terkait masalah perizinan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil menyebutkan persoalan izin lahan proyek Meikarta sebetulnya sudah tidak ada masalah. Pihak Meikarta sudah mengantongi izin resmi luas lahan seluas 84,6 hektare (ha) dan sisanya masih dalam proses.

"Meikarta kan nggak ada masalah waktu itu dirjen tata ruang, dirjen pengendalian menyampaikan surat kepada bupati (Bekasi) bahwa yang sudah selesai dan sesuai tata ruang itu adalah 84 hektar. Dan itu supaya diselesaikan sesuai peraturan perizinan yang berlaku. Jadi, itu surat kita sudah dilaksanakan," kata Sofyan saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/2018).

Sofyan mengaku tidak mengetahui persis berapa sisa luas lahan [Meikarta]( 3671243 "") yang belum mengantongi izin resmi. "Belum tahu. Kita sudah tahu kalau mereka sudah mengajukan," ujarnya.

Sisa lahan sekitar 300 hektar lebih belum mendapat izin resmi sebab masih dalam proses. Sofyan menilai pihak Meikarta tidak mau melalui proses perizinan yang lama dan panjang sehingga memilih melalukan suap untuk mempercepat proses tersebut.

"Karena izinnya lama dan apa itu makanya mereka cari jalan pintas dan akhirnya ketangkap KPK," ujarnya.

Sofyan menjelaskan, mengenai perizinan kewenangannya memang berada di tangan pemerintah daerah.

"Itu tata ruang, izinnya ada di Pemda. Semua itu ada di pemda, kita hanya mengawasi di tata ruang. Dirjen Tata Ruang hanya memberikan persetujuan akhir, persetujuan subtansi. Kemudian mengawasi apakah telah dilaksanakan sesua tata ruang atau tidak," jelasnya.

Dia berharap proses perizinan di pemda bisa diperbaiki agar kasus serupa tidak terulang pada proyek-proyek lainnya.

"Itu masalah perizinan di tingkat pemda. Makanya perlu OSS untuk seperti ini. Supaya izin transparan dan lain-lain, sehingga orang tidak perlu pakai jalan belakang. Permudah izin, maka suap-suap itu akan mudah berkurang," ungkapnya.

Meski tersandung kasus suap lahan proyek Meikarta, Sofyan menyatakan Kementerian ATR tetap tidak mengubah proses tata ruang yang diajukan sejak awal rencana.

"ATR nggak ada masalah. Kalau misalkan perubahan tata ruang nanti akan kita lihat apakah ada siklusnya dengan tata ruang. Jadi, lebih ke masalahnya kita konsen ketidaksesuaian tata ruang dan rencana pembangunan," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

YLKI: Banyak Konsumen Mengadu soal Meikarta

Terjerat Perizinan, Pembangunan Proyek Meikarta Tetap Berjalan
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (18/10). Pengerjaan proyek Meikarta tetap berjalan meski KPK menetapkan adanya suap perizinan lahan seluas 774 hektare tersebut. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau masyarakat agar tidak mudah tertipu oleh iklan pemasaran suatu hunian sebelum ada kejelasan mengenai legalitas perizinan pembangunan.

Pernyataan itu dikeluarkan lantaran YLKI banyak menerima pengaduan dari calon pembeli apartemen Meikarta di Cikarang, Bekasi, yang kini tengah tersandung kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap yang melibatkan beberapa pihak.

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, mengatakan, sebagian besar aduan yang masuk ke pihaknya adalah mengenai kesulitan calon pembeli menarik kembali uang Nomor Urut Pembelian (NUP) atau booking fee dari agen pemasaran Meikarta.

"Kalau dari pengaduan yang banyak kami terima, mayoritas konsumen mengeluh karena sudah membayar booking fee yang harganya Rp 2 juta (per unit apartemen Meikarta), tapi enggak bisa ditarik," jelas Sularsi saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (19/10/2018).

Dia menyayangkan hal itu terjadi, sebab YLKI sejak jauh-jauh hari sudah memperingatkan masyarakat agar teliti dan waspada dalam membeli hunian yang secara perizinan tidak beres.

"Meikarta itu kan sebelumnya ramai mengiklankan di mana-mana soal pembelian hunian dengan booking fee murah dan pihak marketing janji itu bisa dikembalikan. Tapi sekarang, semuanya cuman janji manis," keluhnya.

"Oleh karena itu, kami dari dulu sudah berikan public warning untuk tidak melakukan transaksi apa pun kepada proyek yang belum jelas legalitas perizinannya. Itu supaya nantinya enggak menimbulkan masalah," dia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya