Liputan6.com, Jakarta - Munculnya kasus suap Meikarta dinilai tidak akan mengganggu pasar properti dalam negeri. Namun demikian, adanya kasus ini sangat disayangkan di tengah upaya untuk menekan tingginya angka kekurangan pasokan (backlog) perumahan.
Pengamat Properti Anton Sitorus mengatakan, saat ini permintaan akan hunian masing sangat besar dengan backlog perumahan hingga mencapai 11 juta. Oleh sebab itu, munculnya kasus seperti Meikarta diyakini tidak akan mengurangi minat masyarakat untuk memiliki tempat tinggal.
"Kalau menurut saya tidak (mengganggu pasar properti). Lippo sendiri proyeknya banyak dan proyek lain tidak ada masalah. Terlebih permintaan akan hunian besar sekali, jadi tidak berpengaruh karena kebutuhan itu tetap ada," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, dia menyayangkan adanya kasus seperti ini. Sebab, sebagai pengembang besar, Lippo Group seharusnya telah memiliki pengalaman dalam memecahkan masalah terkait perizinan.
"Pengembang besar biasanya mereka sudah punya pengalaman. Tapi ini kebetulan saja ada hal yang kurang pas untuk masalah perizinannya. Mungkin ada banyak faktor, mungkin pemerintah daerahnya kurang kooperatif, bagaimana aspirasinya," kata dia.
Lebih jauh lagi, dia menilai proyek besar seperti Meikarta seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah. Sebab, adanya proyek ini bukan hanya mampu membantu menurunkan angka backlog perumahan, tetapi juga menghidupkan perekonomian di daerah.
"Karena proyek Meikarta ini sebenarnya imbas terhadap perekonomian akan besar, sumbangsih terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan juga besar. Sekarang pengembang yang mau membuat township dalam jumlah besar hampir enggak ada. Ini bisa menggerakkan perekonomian lokal, membuka lapangan kerja. Tapi terjadi seperti ini, sangat disayangkan," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Suap Meikarta Bebani Likuiditas Lippo Karawaci
Lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings menilai likuiditas dan arus kas akan tetap menjadi faktor pemeringkat utang PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Hal ini seiring dampak kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi menimbulkan pertanyaan mengenai tata kelola internal perusahaan.
S&P percaya Lippo memiliki penyangga likuiditas yang tipis. S&P menilai dampak kasus dugaan suap terhadap kemajuan dan arus kas proyek pengembangan properti terbesar perusahaan yaitu Meikarta dapat beri tekanan lebih lanjut bagi likuiditasnya.Â
BACA JUGA
Perkembangan terakhir dapat pengaruhi konstruksi Meikarta dan kepercayaan pelanggan, pengaruhi penjualan properti dan penerimaan kas.
"Lippo mungkin perlu menyuntik modal jika proyek tidak mampu didanai sendiri secara mandiri dan membutuhkan lebih banyak modal," seperti dikutip dari laporan S&P, Kamis (18/10/2018).
S&P menilai, penjualan aset Lippo pada 2018 akan beri keringanan likuiditas sementara untuk perusahaan. Namun, S&P yakin perusahaan akan terus hadapi tekanan likuiditas karena penjualan aset hanya cukup untuk penuhi kebutuhan pembayaran utang selama satu tahun ke depan. "Lippo perlu mengumpulkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhan masa depannya," tulis S&P.
Sebelumnya KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini dan pihak swasta. Yaitu Billy Sindoro, direktur operasional Lippo Group, Taryudi, Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan grup Lippo dan Henry Jasmen pegawai grup Lippo.
Advertisement