Freeport Belum Ajukan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus

Status IUPK sementara merupakan salah satu syarat, agar perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut bisa melakukan kegiatan operasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Okt 2018, 18:45 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2018, 18:45 WIB
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menerima pengajuan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara dari PT Freeport Indonesia. Adapun IUPK tersebut akan habis pada akhir Oktober 2018.

Hal ini diungkapkan D‎irektur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot. Perpanjangan status IUPK sementara tersebut memiliki batas waktu satu bulan.

Status IUPK sementara merupakan salah satu syarat, agar perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut bisa melakukan kegiatan operasi. "Belum (mengajukan perpanjangan status IUPK). Ya nantilah‎," kata dia di Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Namun, menurut Bambang, pihaknya‎ tidak akan mendesak Freeport Indonesia mengajukan perpanjangan status IUPK sementara.

Perusahaan asal Amerika Serikat tersebut dipastikan akan mengajukan perpanjangan sesuai waktu yang ditentukan.  "Biarkan saja, nanti kalau dia (mau perpanjang) maju sendiri," tutur dia .

Sementara terkait kepastian pemberian perpanjangan masa status IUPK,‎ dikatakan ini setelah Freeport mengajukan perpanjangan. "Nantilah, kalau saya bilang iya Freeport sudah tahu dong," ujarnya.

4 Tahun Jokowi-JK, Freeport Kembali ke Pangkuan RI

Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah memasuki tahun keempat pada 20 Oktober 2018. Pada tahun ini, terjadi sebuah prestasi oleh pemerintah: pembelian tambang emas Grasberg atau yang luas dikenal sebagai Freeport.

Tambang emas di tanah Papua itu sebelumnya dikuasai oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) di bawah PT Freeport-McMoran asal Amerika Serikat (AS) dan PT Rio Tinto Indonesia di bawah Rio Tinto Group asal Inggris.

Jauh sebelum Presiden Jokowi berkuasa, isu Freeport sudah lama menjadi topik panas di medan perpolitikan nasional. Akhirnya, setelah bernegosiasi panjang, penandatanganan untuk membeli saham Freeport dilakukan pada Kamis, 12 Juli 2018. Adapun efeknya, 51 persen saham Freeport akan dimiliki Indonesia.

"Setelah 50 tahun dimiliki pihak asing, Indonesia akhirnya menguasai 51 persen saham Freeport. Negosiasi panjang demi anak-anak negeri," tulis Laporan 4 Tahun Jokowi-JK.

Presiden Jokowi dan Menkeu Sri Mulyani telah menegaskan proses pencaplokan Freeport tidaklah singkat.

Setelah tahap penandatangan kepala persetujuan atau Head of Agreement (HoA) pada Juli tersebut, masih ada tahap yang perlu dilalui. Salah satu tahapnya yaitu Sales & Purchase Agreement (SPA) atau persetujuan penjualan dan pembelian. 

Seperti tercantum pada Laporan 4 Tahun Jokowi-JK, penandatanganan SPA telah dilakukan pada pada 27 September 2018. Pihak yang terlibat yakni PT Freeport-McRoran Inc dan PT Rio Tinto Indonesia dengan PT Inalum (Persero) selaku holding BUMN pertambangan yang mengelola Freeport.

Lebih lanjut, Menteri Jonan telah memastikan masalah perubahan kepemilikan saham sudah selesai dan tinggal menuggu transfer uang yang selesai sebelum akhir 2018. Dan berkat pembelian saham Freeport, terdapat sejumlah dampak positif bagi Papua dan juga Indonesia.

Di antara dampak positifnya adalah kelangsungan operasi PTFI yang membuat ekonomi Papua terus aktif, meningkatnya pendapatan negara, terbangunnya smelter dan meningkatnya penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) oleh Freeport, serta adanya transfer pengelolaan tambang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya