DPR Sahkan Perpanjangan Pembahasan RUU Pertembakauan dan Minuman Alkohol

DPR menggelar Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV Tahun 2018-2019, di kompleks Parlemen, Selasa (19/3/2019).

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2019, 13:34 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2019, 13:34 WIB
20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV Tahun 2018-2019, di kompleks Parlemen, Selasa (19/3/2019).

Rapat ini membahas beberapa agenda. Di antaranya, pengesahan perpanjangan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan atau RUU Pertembakauan dan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol.

Wakil Ketua DPR Utut Adianto, yang bertindak sebagai pimpinan rapat, mengatakan perpanjangan masa pembahasan tersebut menindaklanjuti usulan dari Pansus (Panitia Khusus).

"Perpanjangan pembahasan RUU berdasarkan usulan dari Pansus," kata dia.

Utut kemudian meminta persetujuan segenap peserta rapat untuk mengesahkan perpanjangan pembahasan RUU.

"Apakah setuju dapat diperpanjang? Setuju," ungkapnya.

Sebagai informasi, Rapat Paripurna kali ini juga mengesahkan dua calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Aswanto dan Wahiduddin Adams yang telah dipilih oleh Komisi III DPR.

Selain itu, rapat juga perpanjangan pembahasan Pansus Angket DPR tentang Pelindo II dan RUU tentang Daerah Kepulauan.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Ini Permintaan Pengusaha Rokok Atas RUU Pertembakauan

20160308-Ilustrasi-Tembakau-iStockphoto1
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Sebelumnya, Industri rokok meminta DPR dan pemerintah tidak terburu-buru dalam membahas dan memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. Pasalnya, RUU tersebut dinilai belum memenuhi harapan dari pihak-pihak yang terkait di dalamnya, termasuk sektor industri.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Sumiran mengatakan, RUU ini sebenarnya sudah sejak lama diusulkan DPR. RUU tersebut mulanya merupakan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan yang telah diinisiasi sejak 2006.

Jika RUU ini tetap ingin dilanjutkan, lanjut dia, maka harus kembali dibahas dari awal dengan melibatkan industri dan petani tembakau.

"Oke, kita butuh RUU Pertembakauan, tetapi harus dibahas dari awal, kembali dari titik nol agar benar-benar memayungi secara adil, juga objektif. Sesuatu yang dibahas terlalu lama, (tidak sesuai dengan) perubahan dinamika berjalan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (3/6/2018).

Ismanu menyatakan, ada tiga hal yang menjadi masukan industri terhadap RUU ini. Salah satunya soal ruang bagi industri untuk menata stok bahan bakunya seperti tembakau, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

"Pertama, kami minta berikan pengusaha ruang untuk menata stoknya. Itu butuh waktu 3-4 tahun. Kedua, budidaya perkebunan tembakau harus dikembalikan. Ketiga, regulasi pemerintah yang tidak produktif harus diluruskan," tutur dia.

Selain itu, pembahasan RUU ini juga dinilai kurang tepat jika dilakukan pada saat ini. Sebab, ‎dengan berlangsungnya pesta demokrasi seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun depan, adanya RUU ini dikhawatirkan hanya dijadikan komoditas politik.

‎"Tidak (tidak perlu terburu-buru), karena waktunya tidak cukup, karena dinamikanya terlalu cepat, dinamika politik juga. Ketika kondisi seperti ini dikeluarkan kebijakan, pasti tidak bagus. Akan ada yang berkepentingan," tandas dia.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya