Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya perlindungan konsumen dalam bisnis pinjaman online alias fintech peer to peer lending terutama pada fintech yang sudah terdaftar di OJK. Saat ini ada 99 fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar di OJK.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, sejumlah hal yang harus harus diperhatikan setiap pelaku fintech terkait kenyamanan dan keamanan pengguna jasa. Salah satunya tidak boleh zalim terhadap konsumen.
"Kami punya kesepahaman agar semua fintech provider itu berjanji laksanakan kaidah-kaidah itu. Diantaranya tidak boleh abuse, tidak menzalimi nasabah," kata dia, seperti ditulis pada Rabu (2/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menegaskan industri fintech perlu memperhatikan kode etik dalam melakukan penagihan. "Kedua harus mempertimbangkan etika dalam penagihan. Sudah ada kode etiknya yang sudah disepakati bersama," jelas Wimboh.
"Ketiga fintech provider harus ada yang bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa siapa yang bertanggung jawab. Juga bisnisnya tidak boleh short term, dia harus jangka panjang," imbuhnya.
Menurutnya, setiap produk fintech yang terdaftar di OJK, sudah sepakat memahami kaidah-kaidah itu. OJK siap mengambil tindakan, bahkan hingga pencabutan izin perusahaan pinjam online yang terbukti melanggar kaidah tersebut.
Dia pun mengakui bahwa ada pula fintech yang belum terdaftar di OJK. Terkait praktik fintech ilegal yang merugikan masyarakat, kata Wimboh, OJK siap mendampingi masyarakat yang menjadi korban untuk melapor ke pihak kepolisian.
"Yang terlanjur merasa dibohongi oleh produk fintech yang tidak terdaftar di OJK, silakan dilaporkan ke polisi. Nanti kita juga akan bersama-sama dengan polisi. Kalau lapor ke OJK juga kita akan bersama-sama dengan polisi untuk melakukan (penanganan) melalui satgas waspada investasi," tandas dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyaluran Pinjaman Fintech Tumbuh 600 Persen
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pertumbuhan industri jasa keuangan berbasis Financial Technology atau teknologi keuangan (Fintech) masih belum sepadan dengan risiko yang dihadapi. Salah satunya terkait masih tingginya rasio kredit macet.
Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Yohanes Santoso Wibowo mengapresiasi penyaluran pinjaman atau outstanding perusahaan fintech nasional meningkat pesat pada Februari 2019.
"Fintech tumbuh sangat pesat. Data akhir Februari, total pinjaman outstanding sekitar Rp 7 triliun. Tumbuhnya sekitar 600 persen. Memang tinggi sekali," ungkap dia di Menara Radius Prawiro Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, pada Kamis 28 Maret 2019.
BACA JUGA
Adapun menurut catatan OJK, penyaluran outstanding fintech pada Februari 2019 mencapai Rp 7,05 triliun atau tumbuh 605 persen secara tahunan atau Year on Year (YoY).
Kendati begitu, ia coba mengingatkan perusahaan fintech sebab masih ada 3,17 persen untuk rasio kredit tidak lancar atau Non Performing Lian (NPL) untuk rentang waktu 30-90 hari, dan 3,18 persen untuk kredit macet di atas 90 hari.
"Tapi harus waspada, non perform yang macet juga sudah pada angka 3,18 persen, dan yang kurang lancar 3,17 persen," paparnya.
"Jadi kalau kita paralalelkan jumlah keduanya mencapai 6,35 persen. Risikonya kalau kita lihat lebih tinggi dibanding dengan perbankan," dia menambahkan.
Dia berharap, para pelaku industri fintech bisa mencapai angka NPL normal dengan metode pendekatan teknologi yang digunakan di masa mendatang.
"Kalau teknologi sudah bagus mestinya bisa lebih cepat. Kembali lagi mereka yang akan bentuk dari asosiasi Fintech," pungkas dia.
Advertisement