OJK: Penyaluran Pinjaman Fintech Tumbuh 600 Persen

OJK mengingatkan fintech juga harus jaga rasio kredit macet. Hal ini seiring NPL fintech capai 3,17 persen-3,18 persen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Mar 2019, 19:45 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 19:45 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pertumbuhan industri jasa keuangan berbasis Financial Technology atau teknologi keuangan (Fintech) masih belum sepadan dengan risiko yang dihadapi. Salah satunya terkait masih tingginya rasio kredit macet.

Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Yohanes Santoso Wibowo mengapresiasi penyaluran pinjaman atau outstanding perusahaan fintech nasional meningkat pesat pada Februari 2019.

"Fintech tumbuh sangat pesat. Data akhir Februari, total pinjaman outstanding sekitar Rp 7 triliun. Tumbuhnya sekitar 600 persen. Memang tinggi sekali," ungkap dia di Menara Radius Prawiro Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Adapun menurut catatan OJK, penyaluran outstanding fintech pada Februari 2019 mencapai Rp 7,05 triliun atau tumbuh 605 persen secara tahunan atau Year on Year (YoY).

Kendati begitu, ia coba mengingatkan perusahaan fintech sebab masih ada 3,17 persen untuk rasio kredit tidak lancar atau Non Performing Lian (NPL) untuk rentang waktu 30-90 hari, dan 3,18 persen untuk kredit macet di atas 90 hari. 

"Tapi harus waspada, non perform yang macet juga sudah pada angka 3,18 persen, dan yang kurang lancar 3,17 persen," paparnya.

"Jadi kalau kita paralalelkan jumlah keduanya mencapai 6,35 persen. Risikonya kalau kita lihat lebih tinggi dibanding dengan perbankan," dia menambahkan. 

Dia berharap, para pelaku industri fintech bisa mencapai angka NPL normal dengan metode pendekatan teknologi yang digunakan di masa mendatang.

"Kalau teknologi sudah bagus mestinya bisa lebih cepat. Kembali lagi mereka yang akan bentuk dari asosiasi Fintech," pungkas dia.

 

OJK Sebut Fintech Bisa Dominasi Pasar Jasa Keuangan

Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan fintech peer to peer lending di Indonesia semakin pesat. Berbagai kemudahan yang ditawarkan, seperti pinjaman tanpa agunan dengan syarat dan proses pencairan yang cepat menjadi keunggulan layanan pinjaman fintech.

"Fintech akan mendominasi jasa keuangan. Kalau perbankan punah enggak, tapi fintech bisa unggul," kata Deputi Komisioner OJK Sukarela Batunanggar, usai Seminar Nasional INDEF, Jakarta, Selasa 26 Maret 2019.

Dia menilai, perkembangan fintech peer to peer lending bisa saja mengalahkan popularitas perbankan. Sebab fintech memiliki sejumlah keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut akan membawa fintech mendominasi jasa keuangan di Indonesia.

"Kalau kita bandingkan scoring system dari yang dilakukan oleh perbankan dengan fintech, mestinya kita harapkan fintech itu lebih advance, dengan scoring system yang baik risiko kegagalan bayar akan lebih rendah," ungkap dia.

Selain itu, segmen pasar fintech yang lebih menyasar pada konsumen retail juga memiliki sejumlah keuntungan.

"Lalu kalau kita lihat fintech lebih retail, lebih terdistribusi, sehingga kita harapkan risiko sistemiknya lebih rendah dibandingkan misalnya pembiayaan-pembiayaan besar ya tentu lebih sensitif terhadap perubahan faktor-faktor ekonomi, ya kurs, inflasi, perkembangan internasional," imbuh dia.

Karena itu, kata dia, pembiayaan yang berasal dari fintech cocok untuk dikakses oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Karena ini kita arahkan lebih ke UMKM, harapan kita sebenarnya pembiayaan yang diberikan oleh fintech, terutama peer to peer itu lebih sustainable, terlepas dari masalah hal-hal lain, misalnya platform yang tidak legal, tidak complay," ujar dia.

Meskipun demikian, dia mengatakan hal itu tidak berarti kedua lini bisnis jasa keuangan ini harus saling meniadakan.

Sebaliknya diperlukan kolaborasi antara perbankan dan fintech untuk menghadapi perkembangan teknologi di sektor keuangan ke depan.

"Dari satu sisi perbankan tentu mengharapkan atau membutuhkan satu inovasi. Salah satu yang tersedia, startup company atau fintech itu banyak memiliki ide yang bisa dikolaborasikan dengan industri perbankan," jelas dia.

"Lalu sisi lain tentunya fintech memerlukan dukungan dari sisi resource, Infrastruktur sehingga melalui kolaborasi itu akan tercapai hasil yang lebih optimal," dia menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya