Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2019 surplus USD 0,54 miliar atau sekitar US D 540 juta. Adapun surplus ini berasal dari ekspor sebesar USD 14,03 miliar dan impor sebesar USD 13,49 miliar.
Namun jika dilihat secara kuartal I-2019, justru masih mengalam defisit. BPS mencatat neraca perdagangan pada periode tersebut mengalami defisit sebesar USD 193 juta.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, jika dilihat secara kuartal memang masih mengalami defisit. Sebab, pada Januari 2019 lalu, defisit neraca perdagangan pada bulan pertama tersebut mencapait USD 1,16 miliar.
Advertisement
"Itu kan bulan januari defisitnya. Februari, Maret dia surplus kan. artinya tendensinya (surplus) jangan cuma lihat akumulasinya," ujar dia di ICE BSD, Tangerang, Senin (15/4/2019).
Darmin mengatakan jika melihat tren sepanjang 2019, neraca perdagangan Indonesia justru mengalami perbaikan. Meski pada Januari, neraca dagang Indonesia masih defisit, namun di dua bulan selanjutnya justru menunjukan peningkatan yang baik.
Di mana pada Februari 2019 neraca perdagangan Indonesia sudah berbalik arah dengan surplus USD 330 juta. Sementara itu pada Maret ini surplus neraca perdagangan mencapai USD 540 juta.
Tren positif pada neraca perdagangan ini pun lantas kemudian diikuti tren defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD). Menurutnya, jika melihat dua bulan lalu CAD Indonesia menunjukan tanda-tanda positif.
Kendati demikian, Menko Darmin tidak ingin memprediksi CAD pada kuartal I-2019 atau pada Maret 2019 yang akan diumumkan oleh Bank Indonesia pada pertengahan bualn Mei mendatang. "Tentu saja CAD-nya itu tinggal liat jasanya dan beberapa aspek arus modal," kata Darmin.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Summber: Merdeka.com
Produk yang Diimpor Indonesia Sepanjang Maret 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia mencapai USD 13,49 miliar pada Maret 2019. Angka ini tercatat naik sebesar 10,31 persen dibandingkan pada Februari 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan impor ini salah satunya disebabkan beberapa barang konsumsi yang meningkat. Adapun di antaranya adalah air conditioner (AC), anggur dan jeruk mandarin.
"Konsumsi yang naik barangnya di antaranya impor AC, mesin-mesin AC kemudian anggur fresh dari aussie," ujar Suhariyanto saat memberi keterangan pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (15/4/2019).
Baca Juga
Selain beberapa komoditas tersebut, Indonesia juga ternyata sudah mulai mengimpor kurma jelang Ramadan. Tercatat pada Maret, Indonesia sudah mengimpor kurma segar dan kering sebesar USD 19 juta.
"Selain anggur, ada impor jeruk mandarin baik fresh dan dry. Satu lagi karena mendekati Ramadan ada impor kurma dari Tunisia, sesuatu yang biasa," jelas Suhariyanto.
Menurut penggunaan barang, impor juga disumbang oleh impor bahan baku atau penolong yang mencapai minus 21,11 persen secara month to month atau turun senilai USD 9,01 miliar.
Suhariyanto menjelaskan jika dibandingkan pada Maret 2018 impor bulan ini mengalami penurunan sebesar 6,67 persen. Selain itu, jika dilihat pergerakan impor dibandingkan Januari-Maret 2018 nilai impor Januari-Maret 2019 tercatat lebih rendah.
Secara kumulatif total impor Januari-Maret 2019 tercatat mencapai USD 40,7 miliar. Jika dibandingkan Januari-Maret 2018 nilai tersebut tercatat turun sebear 7,40 persen.
"Dengan catatan, impor terbesar masih mesin dan pesawat mekani, dan mesin dan perlatan listrik," tandasnya.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Ekspor Indonesia Capai USD 14,03 Miliar di Maret 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai ekspor Indonesia pada Maret 2019 mencapai USD 14,03 miliar. Angka ini naik 11,71 persen secara month to month (mtm) jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 12,56 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski terjadi kenaikan, namun jika dibandingkan dengan ekspor pada Maret 2018 yang mencapai USD 15,59 miliar terjadi penurunan sebesar 10,01 secara year on year.
Baca Juga
"Nilai ekspor Maret 2019 utamanya dipicu kenaikan ekspor non migas, sedangkan ekspor migas mengalami penurunan," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung Pusat BPS, Jakarta, Sabtu (15/4).
Suhariyanto merinci laju ekspor migas di Maret 2019 mengalami penurunan 1,57 persen. Di mana dari USD 1,1 miliar di Februari menjadi USD 1,09 miliar pada Maret tahun ini. "Di sektor migas terjadi penurunan ekspor karena nilai minyak mentah dan hasil minyak yang turun, sementara gas mengalami kenaikan," jelasnya.
Komoditas non migas mengalami kenaikan sebesar 13 persen. Di mana menjadi USD 21,93 miliar di Maret dari bulan sebelumnya yang USD 11,45 miliar.
Komoditas non migas yang mengalami kenaikan ekspor tertinggi yakni bahan bakar mineral sebesar USD 401,4 juta, besi dan baja USD 186,7 juta, lalu bijih, kerak dan abu logam USD 162,9 juta, kertas dan karton USD 69,9 juta, serta bahan kimia organik USD 69,9 juta.
Sedangkan penurunan ekspor non migas terendah yakni perhiasan/permata sebesar USD 31,8 juta, ampas/sisa industri makanan USD 27,3 juta, benda-benda dari besi dan baja USD 9,6 juta, lokomotif peralatan kereta api USD 8,2 juta, serta garam, belerang, kapur USD 6,2 juta.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Tonton Video Ini: