Indonesia Alami Deflasi Pertama sejak 25 Tahun, Apa Penyebabnya?

BPS mencatat untuk pertama kalinya dalam 25 tahun pada Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025 mengalami deflasi.

oleh Tira Santia Diperbarui 03 Mar 2025, 17:30 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 17:30 WIB
Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat untuk pertama kalinya dalam 25 tahun pada Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025 mengalami deflasi.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa terjadi penurunan IHK sebesar 0,09% secara tahunan (YoY), yakni dari 105,58 pada Februari 2024 menjadi 105,48 pada Februari 2025. Hal ini menandai deflasi pertama dalam kurun waktu 25 tahun, sejak Maret 2000.

"Menurut catatan BPS, deflasi YoY pernah terjadi pada Maret 2000,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

Amalia menyebutkan bahwa pada tahun 2000 terjadi deflasi sebesar 1,01% YoY, yang disebabkan oleh penurunan IHK pada saat itu. Adapun yang menjadi penyumbang deflasi adalah kelompok bahan makanan.

Yang menarik, penyebab deflasi pada Februari 2025 berbeda dari yang terjadi pada tahun 2000. Pada tahun 2025, sektor Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga menjadi faktor utama deflasi, dengan deflasi sebesar 3,59% dan memberikan andil deflasi 0,52%.

"Karena komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi 0,67%," ujarnya.

Komoditas Lain

Adapun komoditas lain yang juga memberikan andil deflasi, karena penurunan harga beberapa pangan bergejolak, seperti daging ayam ras yang harganya turun, sehingga memberikan andil deflasi 0,06%.

"Bawang merah, dan cabai merah juga mengalami penurunan ahrga sepanjang bulan Februari, sehingga memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,05% dan 0,04%," ujarnya.

Selain itu, terdapat komoditas-komoditas lain yang memberikan andil inflasi pada Februari 2025, antara lain kenaikan tarif air minum PAM memberikan andil inflasi sebesar 0,13%.

Kemudian, masih naiknya emas dan perhiasan dan ada penyesuaian harga bensin. Hal itu berturut-turut memberikan andil inflasi sebesar 0,08% untuk emas perhiasan, dan 0,03% andil dari bensin.

 

Menurut Komponen

50 Bulan Beruntun, Neraca Perdagangan RI Surplus
Surplus yang didapat pada periode Juni 2024 berasal dari nilai transaksi ekspor yang mencapai 20,84 miliar dolar AS, serta impor sebesar 18,45 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Adapun deflasi yang terjadi pada Februari 2025 sebesar 0,48% (mtm), utamanya didorong deflasi komponen harga yang diatur Pemerintah. Komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 0,25%, dengan andil inflasi sebesar 0,16%.

"Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan, kopi bubuk, dan mobil," ujarnya.

Sementara, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 2,65% dengan andil deflasi sebesar 0,48%. Komdoutas yang dominan memberikan andil deflasi adalah tarif listrik.

Untuk komponen bergejolaj mengalami deflasi sebesar 0,93% dengan andil deflasi sebesar 0,16%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan telur ayam ras.

 

Daftar 33 Provinsi yang Alami Deflasi Februari 2025

20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 33 provinsi mengalami deflasi dan 5 provinsi lainnya mengalami inflasi. Pada Februari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,48% secara bulanan.

"Deflasi terdalam terjadi di Papua Barat sebesar 1,41% secara month to month, sementara itu inflasi tertinggi di Papua Pegunungan sebesar 2,78%," kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

Untuk rinciannya, inflasi tertinggi selanjutnya terjadi di Nusa Tenggara Timur sebesar 0,37%, Sulawesi Tenggara 0,36%, Gorontalo 0,10%, Sulawesi Tengah 0,06%.

Sementara, untuk deflasi terdalam selanjutnya terjadi di Papua Barat daya sebesar 0,95%, Sulawesi Selatan 0,89%, DI Yogyakarta 0,86%, Jawa Tengah 0,78%, Banten 0,66%, Maluku 0,63%, Sumatera Utara 0,63%, Jawa Barat 0,61%, Nusa Tenggara Barat 0,60%.

Selanjutnya, Jambi mengalami deflasi sebesar 0,60%, Jawa Timur 0,59%, Bali 0,57%, Bengkulu 0,57%, Sulawesi Utara 0,53%, Papua 0,52%, Riau 0,50%, Sulawesi Barat 0,48%, Aceh 0,48%, Kalimantan Tengah 0,46%, Sumatera Selatan 0,41%.

Lalu, di Kalimantan Selatan juga mengalami deflasi sebesar 0,39%, DKI Jakarta 0,29%, Kalimantan Timur 0,25%, Kalimantan Utara 0,17%, Sumatera Barat 0,16%, Kepulauan Riau 0,14%, Maluku Utara 0,11%, Papua Tengah 0,10%, Papua Selatan 0,06%, Kalimantan Barat 0,04%, Kepulauan Bangka Belitung 0,03%.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya