Liputan6.com, Jakarta - Melanjutkan lawatan ke Amerika Serikat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan tiba di Houston untuk bertemu dengan investor migas Conoco Phillips dan Chevron.
Jonan bertemu dengan CEO Conoco Phillips Ryan Lance pada Rabu 22 Mei 2019, waktu setempat. Dalam pertemuan itu Jonan didampingi Wakil Kepala SKK Migas Sukandar, Duta Besar RI di Washington Mahendra Siregar, dan Konjen RI di Houston.
Pertemuan difokuskan untuk membahas kelanjutan operasi Conoco Philips di Blok Corridor di Sumatera Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Conoco Phillips selaku operator eksisting berkomitmen untuk terus mengoperasikan Blok Corridor bersama pemegang participating interest saat ini.
Advertisement
Baca Juga
Hak kelola Blok Corridor akan berakhir pada tahun 2023. Pemerintah mengedepankan pendekatan business to business dalam kerangka penerimaan negara yang lebih maksimal untuk memastikan kelanjutan operasi blok tersebut.
Saat ini Blok Corridor menyumbang sekitar 17 persen dari total produksi gas di Indonesia.
Pertemuan dilanjutkan dengan EVP Upstream Chevron James W Johnson, untuk membahas beberapa isu antara lain Blok IDD dan transisi Blok Rokan kepada Pertamina.
Sebelum ke Houston Menteri ESDM Ignasius Jonan bertemu dengan CEO Freeport McMoran dan mengunjungi area operasi tambang tembaga di Morenci, Arizona. Jonan dijadwalkan tiba kembali di Tanah Air pada 24 Mei.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Kaji Kebijakan Perbaiki Defisit Neraca Perdagangan Migas
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengkaji sejumlah langkah kebijakan terkait pencatatan impor minyak hasil ekplorasi Pertamina yang masuk ke Indonesia. Langkah tersebut dibahas dalam rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian teknis.
"Sebetulnya, defisit migas kita tidak terlalu lebar. Masyarakat perlu tahu bahwa hasil eksplorasi minyak yang dilakukan Pertamina di luar negeri dan di bawa ke dalam negeri tercatat sebagai barang impor. Itulah yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Dalam rapat koordinasi mengenai Neraca Perdagangan Migas ini, Pemerintah merumuskan sejumlah bauran kebijakan antara, merumuskan kebijakan ESDM per Mei 2019, terkait dengan pemanfaatan crude oil hasil eksplorasi di dalam negeri yang biasanya diekspor, sekarang sebagian diolah di dalam negeri untuk pasar dalam negeri.
"Crude oil hasil eksplorasi bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri yang selama ini diekspor, sebagian diolah di kilang Pertamina di dalam negeri. Hal ini akan mengurangi impor crude oil yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi BBM, seperti solar dan avtur," jelas Menko Darmin.
Ke depan, pemerintah juga menginginkan pencatatan impor atas importasi crude oil hasil eksplorasi dari investasi pertamina di luar negeri tetap dicatat.
Pencatatan atas importasi crude oil hasil investasi dari Pertamina di luar negeri tetap dicatat di Neraca Perdagangan, di samping itu hasil investasi dari Pertamina di luar negeri juga akan di catat sebagai pendapatan primer di neraca pembayaran.
"Kedua pencatatan tersebut sesuai dengan standar International Merchandise Trade Statistic (IMTS) dan standar Balance of Payment Manual IMF," katanya.
Dengan pencatatan hasil investasi Pertamina tersebut, maka pendapatan primer di Neraca pembayaran akan meningkat sehingga dapat mengurangi defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit).
Turut hadir dalam rakor ini antara lain Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir.
Kemudian Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian Monty Giriana, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Wiwiek Sisto Widayat, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti.
Advertisement
SKK Migas Minta Pertamina Segera Jual LNG Muara Bakau
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta PT Pertamina (Persero), untuk segera menjual kargo gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) Muara Bakau. Ini guna menghindari risiko kelebihan muatan tangki.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher mengatakan, Kargo LNG yang di pasok dari lapangan Muara Bakau berpotensi mengalami kelebihan muatan (high inventory). Hal tersebut disebabkan oleh Pertamina sebagai pembeli yang ditunjuk meminta perubahan jadwal pengapalan kargo di Mei 2019.
"Perubahan tersebut akan berdampak terjadi potensi kelebihan stok gas karena tidak terserap (unmanageable high inventory) di Kilang Bontang pada akhir Mei 2019," kata Wisnu, di Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Wisnu mengungkapkan, untuk mengantisipasi hal tersebut, SKK Migas telah berkoordinasi dengan Pertamina sebagai pihak penjual LNG dan Kilang Bontang untuk melakukan mitigasi, antara lain mendesak Pertamina untuk tetap mengambil kargo LNG Muara Bakau sesuai dengan jadwal.
Kemudian mempersiapkan hal teknis untuk menghindari kelebihan stok gas di Kilang Bontang dan mencegah terjadinya penurunan produksi gas dari Muara Bakau untuk mengerem laju Pasokan gas ke kilang Bontang.
"Hingga saat ini SKK Migas terus berupaya melakukan mitigasi dan menjaga monetisasi gas bumi dengan maksimal, guna memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk pemerintah," tandasnya.
Pertamina Rogoh Rp 27,4 Triliun Garap 98 Proyek Migas
PT Pertamina (Persero) mengalokasikan USD 1,9 miliar atau setara Rp 27,4 triliun untuk menggarap 98 proyek eksplorasi dan pengembangan Hulu Migas di Indonesia pada 2019. Langkah ini diambil untuk meningkatkan produksi migas perseroan.
Komitmen investasi Pertamina di sektor Hulu menjadi agenda prioritas pelat merah tersebut di tahun ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai investasi sektor hulu secara keseluruhan yang mencapai sekitar USD 2,6 miliar atau sekitar 60 persen dari keseluruhan investasi Pertamina pada RKAP tahun 2019 yang mencapai USD 4,2 miliar.
"Seluruh proyek tersebut dilaksanakan oleh anak usaha di sektor hulu migas Pertamina yang beroperasi di Indonesia," kata Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu dalam kesempatan dialog dengan media di Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Proyek tersebut terdiri dari 47 proyek dilaksanakan oleh Pertamina EP, 29 proyek oleh PHE, 19 proyek oleh PHI, 2 proyek oleh PEPC, dan 1 proyek oleh PEPC ADK. Proyek-proyek migas tersebut meliputi kegiatan untuk mempertahankan base production seperti kegiatan pemboran, konstruksi fasilitas produksi, pengembangan struktur temuan migas, serta pengembangan EOR.
Proyek-proyek ini penting mengingat perannnya dalam mempertahankan revenue generator hulu saat ini. Kegiatan eksplorasi new ventures dilakukan melalui akses ke WK eksplorasi baru dan investasi untuk melakukan survei sesmik regional.
“Optimisme ini juga didukung dengan sejumlah capaian. Hingga bulan April, Pertamina telah menyelesaikan pemboran 77 sumur di Indonesia yang terdiri dari 72 sumur eksploitasi dan 5 sumur eksplorasi di WK eksisting,” tegasnya.
Advertisement