Pada Milenial, BI Cerita Soal Krisis 1998 yang Hancurkan Ekonomi Indonesia

Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang terkena dampak krisis keuangan global pada 1998 dan 2008.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2019, 16:45 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2019, 16:45 WIB
Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mensosialisasikan kebijakan makroprudensial kepada ratusan mahasiswa dan blogger. Acara bertajuk "Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan" tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya makroprudensial dan implementasinya dalam rangka menjaga kondisi ekonomi yang stabil.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Juda Agung, menekankan pentingnya pemahaman masyarakat mengenai kebijakan makroprudensial yang kaitannya dengan stabilitas sistem keuangan.

Sebelum melanjutkan, Juda menceritakan sekilas kondisi krisia yang dialami oleh Indonesia pada 1998 sebagai dampak terganggunya stabilitas sistem keuangan.

"Memori 1997 dan 1998 terjadi krisis moneter. Kita alami krisis multidimensi dari krisis keuangan, moneter dan merambat sisi sosial, politik dan akhirnya tahun 1998 itu terjadi perubahan politik dramatis," kata dia, di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang terkena dampak krisis keuangan global pada 1998 dan 2008. Dampak yang dirasakan oleh Indonesia antara lain pelemahan nilai tukar rupiah, inflasi yang tinggi, serta perlambatan pertumbuhan perekonomian.

Berangkat dari pengalaman tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mengatur interaksi antara makroekonomi dengan mikroekonomi, yang dikenal dengan kebijakan makroprudensial. Kebijakan tersebut diterbitkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung kestabilan perekonomian Indonesia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tidak Peduli

Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Ilustrasi Bank Indonesia

Sistem keuangan yang stabil adalah kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan bisa berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Akan tetapi, lanjutnya, pada kondisi stabil seperti saat ini masyarakat cenderung tidak peduli terhadap stabilitas sistem keuangan.

"Menjaga sistem keuangan jika dalam kondisi aman seperti saat ini, itu tidak ada yang care terhadap stabilitas sistem keuagan sebab situasi aman, begitu ada krisis, mulai orang merasa bahwa ini harus dijaga dan ototirtas BI, OJK dan kemenkeu itu keberadaannya akan terlihat terutama saat krisis. Dalam kondisi normal dicuekin begitu ada kebakaran baru orang memanggil," ujarnya.

Padahal, pengetahuan mengenai stabilitas sistem keuangan dianggap sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat luas dalam kondisi apapun.

 

Cegah Krisis

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menjaga stabilitas sistem keuangan sangat penting untuk mencegah terjadinya krisis. Sebab jika krisis terjadi, masalah yang timbul tidak hanya pada bidang ekonomi saja melainkan akan merembet pada sektor lainnya seperti kehidupan sosial masyarakat termasuk politik dan situasi pemerintahan.

"Kami ingin mengajak semua sosialsiasi stabilitas sistem keuangan," ujarnya.

Dia menambahkan, saat ini stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam kondisi sangat baik dan mempunyai daya tahan yang tinggi setelah di tahun sebelumnya Rupiah sempat terpukul oleh faktor eksternal.

"Tahun lalu di akhir tahun 2018 sempat ketar ketir sebab rupiah hampir menyentuh 15.000 bahkan sedikit lebih 15.000. Tekanan banyak di tahun lalu dari luar dengan perang dagang dan ketidakpastian global," tutupnya.

Selain di Jakarta, acara serupa juga akan digelar di 3 kota lainnya yaitu Palembang, Yogyakarta dan Denpasar.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya