Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK berencana membentuk empat holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru tahun ini. Pembentukan holding BUMN ini mengikuti enam holding yang telah ada sebelumnya yaitu semen, pupuk, kehutanan, perkebunan, industri tambang dan migas.
Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan Meirijal Nur mengatakan, empat holding yang akan dibentuk antara lain infrastruktur, perumahan, penerbangan dan farmasi. Keempat rencana holding ini sudah masuk tahap kajian lanjutan.
"Tadi kan yang empat sudah dalam tahun ini infrastruktur, perumahan, sarpras penerbangan, dan farmasi. Itu Insya Allah tahun ini kalau dilihat tahapan prosesnya ya, bisa," ujar Meirijal di Kantor DJKN, Jakarta, Selasa (31/7).
Advertisement
Baca Juga
Pembentukan holding BUMN dibutuhkan untuk mendongkrak kinerja perusahaan agar dapat berkembang lebih besar. Selain itu, holding juga untuk membuat BUMN berjalan secara profesional dan kompetitif sehingga memberi dampak lebih besar.
Holding BUMN dibentuk dengan cara mengalihkan saham negara pada suatu BUMN untuk ditempatkan sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN). "Pengalihan saham ini, tidak mengakibatkan berkurangnya saham negara secara absolut," kata Meirijal.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pembentukan holding BUMN tak selalu berjalan mudah. Sebab, harus dikaji mendalam dan rinci agar benar-benar memberi keuntungan bagi negara.
"Dipindahkan ke perusahaan holding, nah ini sudah selesai proses ini. Sekarang tinggal tahap approval akhir di antara para menteri ini. Itu lah yang kita sedang keliling itu. Ibarat nya bawa draft PP nya keliling satu persatu ke para menteri," jelasnya.
Â
Reporter:Â Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Akankah Superholding BUMN Terbentuk di Periode Kedua Jokowi?
Ekonom Indef Enny Hartati berbicara soal nasib Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai akan digantikan dengan kehadiran superholding di periode kedua Jokowi. Menurutnya, kehadiran kementerian saat ini tampak membatasi gerak badan usaha milik negara yang sesunggunya membutuhkan fleksibilitas lebih.
"Pemerintah punya konsep yang namanya holdings, dan itu yg sesuai dengan kebutuhannya kalau emang lebih efisien merger vertikal atau horiszontal (dengan BUMN)," kata Enny saat diskusi polemik, di Resto d'Consulate, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Melalui superholding, lanjut Enny, perusahaan yang merupakan BUMN ini akan memilki blue print dari arah bisnis mereka masing-masing. Tapi tentu kepentingan dan aturannya masih diawasi sebagai agent of development negera melalui beleid BUMN.
"Jadi aturan mengenai UU BUMN, sehingga paling utama esensi kinerja BUMN tetap agent of development, tapi tidak membutuhkan aturan birkorasi (kementerian) seperti sekarang," terang Enny.
Sorotan Enny terhadap kementerian BUMN memang bukan hal baru. Satu dari 34 kementerian di era Jokowi ini kerap dikritisi pengamat dan pemerhati ekonomi.
"Ini sudah lama diksritisi karena dinilai keberadaannya tidak pas. Sekarang yang kita butuhkan dalam perekonomian ini untuk mengakselelarasi peningkatan. Karena jka hanya tumbuh atau stuck di 5 persen maka tak ada peningkatan, itu hanya mengikuti pertumbuhan natural saja," kritis dia.
Â
Advertisement
Kementerian Dihapus
Soal wacana tak penghapusan kementerian BUMN dan digantikan Holdings, sempat disinggung Menteri BUMN Rini Soemarno. Dia mengatakan, bahwa superholding lah yang akan menggantikan kementerian binaannya tersebut.
"Kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada superholding," kata Rini di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin 15 April 2019.
Menurut dia, superholding akan menyerupai Temasek Holdings dari Singapura dan Khazanah Nasional dari Malaysia. Meski tak ada lagi Kementerian BUMN, namun monitoring tetap dikontrol langsung oleh pemerintah. Seperti Khazanah dan Temasek yang langsung ke perdana menterinya. juga langsung ke PM.
"Jadi nanti kalau superholding juga langsung ke Presiden," jelas Rini.Â