Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mengungkap penyebab Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) yang ada di sekitar Jakarta tidak bisa menolong pemadaman listrik.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat Haryanto WS mengatakan, PLN mengandalkan pembangkit yang terletak di Jawa Timur yang sebagian besar berjenis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) karena Biaya Pokok Produksi (BPP) pembangkit tersebut lebih murah. Hal ini untuk meningkatkan efisiensi dalam hal produksi listrik.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi memang kita akan meningkatkan efisiensi pembangkitan, kita mengoperasikan pembangkit dengan energi murah, dari timur adalah yang murah," kata Haryanto, di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Meski begitu, PLN tetap mengoperasikan pembangkit yang biaya produksinya lebih mahal. Dalam hal ini adalah pembangkit yang energi bersumber dari gas. Adapun pembangkit yang teletak di sekitar Jakarta yaitu PLTGU yang ada di sekitar Jakarta, yaitu Muara Karang, Tanjung Priok dan Muara Karang.
"Memang ada pembangkit yang tetap beroperasi meski tidak penuh karena memang harga cukup mahal," tuturnya.
Meski sempat dioperasikan saat jaringan sistem kelistrikan Jawa Bali bagian utara putus yang berujung pemadaman listrik di sebagian Jawa, namun karena adanya goncangan sistem akibat beban berlebih PLTGUtersebut tidak bisa bertahan memasok listrik.
"Dengan goncangan sistem dari akibat gangguan itu maka sistem Jawa Barat dan DKI mengalami gangguan, sehingga tidak bisa bertahan, meskipun Priok dan Muara Karang nyala tidak menjamin," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLTGU Tak Bisa Pasok Listrik, Kementerian ESDM Kecewa
Sebelumnya Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyayangkan tidak beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) di Jakarta, saat transmisi pada sirkit utara Ungaran-Pemalang sistem Jawa Bali 500 kilo Volt (kV) terputus yang mengakibatkan sebagian Jawa padam.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, PLTGU yang terletak di Jakarta, yaitu Muara Karang, Muara Tawar dan Tanjung Priok tidak bisa menolong pemadaman, karena PLN melakukan pemeliharaan.
"Nah pembangkit yang Muara Karang itu karena kebetulan kemarin hari minggu, hari libur biasanya teman-teman PLN lakukan perawatan," kata Rida, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta kemarin.
Rida melanjutkan, pembangkit tersebut juga tidak disiagakan beroperasi untuk masuk ke dalam sistem atau spinning reserved, sehingga tidak bisa memasok listrik ketika kondisi sistem mengalami kendala.
"kemarin teman-teman PLN, mungkin karena keyakinan selama ini mereka ikuti SOP apa yang ada di Muara Karang atau Muara Tawar ya itu keduanya tidak diposisikan pada kondisi yang Spinning reserved artinya mesin nyala dan siap masuk ke sistem kapan saja. Itu satu kenapa spinning reserved tidak dilakukan," tuturnya.
Menurut Rida, jika PLTGU tersebut tidak dioperasikan dengan alasan efisiensi, maka seharusnya efisiensi tidak mengorbankan pelayanan. Saat ini Kementerian ESDM sedang mengkaji untuk memastikan tidak beroperasinya PLTGU Jakarta karena efisiensi.
"Katanya yang lagi kita kaji, akan jadi bahan diskusi apakah betul efisiensi. Maksud kami efisiensi boleh tapi jangan korbankan pelayanan. PLN kan pelayan industri," tandasnya.
Advertisement
Sektor Informal Paling Terpukul Akibat Mati Lampu
Pemadaman listrik massal di wilayah Jabodetabek dan sebagian Jawa sejak Minggu kemarin banyak menggangu jalannya kegiatan ekonomi. Akibatnya, banyak pelaku bisnis yang mengandalkan pasokan listrik hingga teknologi digital seperti e-commerce yang kegiatan usahanya terganggu.
Namun begitu, Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam berpendapat, kerugian finansial yang lebih besar justru menimpa pelaku bisnis di sektor informal hingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ketimbang sektor e-commerce.
"Saya belum punya hitungan berapa besar kerugiannya. Tapi saya kira kerugian e-commercetidak lebih besar atau bahkan jauh lebih kecil daripada kerugian sektor informal, UMKM, dan sebagainya," ungkap dia kepada Liputan6.com, Senin (5/8/2019).
Pertimbangannya, ia melanjutkan, pemadaman listrik besar-besaran itu terjadi pada hari Minggu, dimana sektor formal kebanyakan libur dan tidak berproduksi.
Sebaliknya, pelaku di sektor informal banyak yang harus menutup kegiatan usahanya secara lebih cepat gara-gara tak ditopang oleh pasokan listrik semenjak Minggu siang.
"Kalaupun pabrik-pabrik ada yang berproduksi, biasanya di-backup dengan genset sehingga tidak terlalu terpengaruh. Berbeda dengan sektor UMKM informal, umumnya restoran dan warung-warung, tempat hiburan," tutur dia.
Piter mengatakan, hal itu kemudian sangat menganggu jalannya bisnis sektor informal pada akhir pekan, lantaran banyak pelaku usahanya yang tidak berbekal pasokan listrik cadangan seperti dalam bentuk genset.
"Mereka justru puncak pembeli ada di hari Minggu, sementara kebanyakan dari mereka tidak punya genset. Sehingga mereka benar-benar kehilangan pembeli," tukas Piter.