Pembangunan 2 Bendungan Pengendali Banjir Jakarta Rampung di 2020

Kementerian PUPR tengah menyelesaikan pembangunan Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi di Kabupaten Bogor.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Agu 2019, 10:30 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2019, 10:30 WIB
Kementerian PUPR tengah menyelesaikan pembangunan dua bendungan di Sulawesi Utara, yakni Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara dan Bendungan Lolak di Kabupaten Bolaang Mongondow. (Dok Kementerian PUPR)
Kementerian PUPR tengah menyelesaikan pembangunan dua bendungan di Sulawesi Utara, yakni Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara dan Bendungan Lolak di Kabupaten Bolaang Mongondow. (Dok Kementerian PUPR)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane tengah menyelesaikan pembangunan dua bendungan kering (dry dam), yakni Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi di Kabupaten Bogor.

Pembangunan kedua bendungan tersebut merupakan bagian dari rencana induk pengendalian banjir (flood control) Jakarta yang sesuai kontrak akan rampung pada 2021. Namun ditargetkan dapat selesai lebih cepat, yakni pada akhir 2020.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meminta agar proses pengerjaan kedua bendungan dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Itu lantaran kontur tanah di lokasi proyek yang terbilang terjal.

"Pohon-pohon yang ada seperlunya saja ditebang, karena bisa menjadi bagian dari lansekap area bendungan. Sebagai dry dam, maka baru akan digenangi air jika intensitas hujan tinggi. Sementara saat musim kemarau bendungan ini kering," ungkap dia dalam sebuah keterangan tertulis, Kamis (8/8/2019).

Menurut Menteri Basuki, pembangunan kedua bendungan tersebut sudah menunjukkan perkembangan yang baik seiring dengan pembebasan lahan Bendungan Sukamahi yang sudah 82,81 persen, dan Bendungan Ciawi sebesar 78 persen.

Dia juga mengatakan, tahapan penting yang harus diselesaikan pada awal pembangunan bendungan yakni pengelakan sungai sehingga pekerjaan utama dapat dilaksanakan. Ditargetkan pengelakan sungai Bendungan Sukamahi dapat dilaksanakan pada akhir September 2019, dan untuk bendungan Ciawi pada pertengahan Oktober 2019.

"Untuk menjaga ritme pekerjaan, saya meminta agar dilakukan pembagian jadwal tiga shift kerja dengan tetap memperhatikan kualitas dan keselamatan pekerja," imbuh Menteri Basuki.

Adapun pembangunan Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi didesain untuk mengurangi debit banjir yang masuk ke Jakarta dengan menahan aliran air dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango sebelum sampai ke Bendung Katulampa yang kemudian mengalir ke Sungai Ciliwung. Selain itu, bendungan juga bermanfaat untuk konservasi air dan pengembangan potensi pariwisata di kawasan Puncak, Jawa Barat.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Progres Pembangunan

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meninjau Bendungan Copong, Garut. (Dok Kementerian PUPR)
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meninjau Bendungan Copong, Garut. (Dok Kementerian PUPR)

Kontrak pembangunan Bendungan Ciawi diteken pada 23 November 2016 dengan kontraktor PT Brantas Abipraya dan PT Sacna dengan nilai pekerjaan konstruksi Rp 798,7 miliar melalui kontrak tahun jamak. Kapasitas tampung Bendungan Ciawi sebesar 6,45 juta m3 dan luas area genangan 31,96 ha. Saat ini, progres konstruksinya sebesar 24,43 persen.

Sementara kontrak pembangunan Bendungan Sukamahi ditandatangani pada 20 Desember 2016 dengan kontraktor PTWijaya Karya-Basuki secara Kerja Sama Operasi (KSO) senilai Rp 436,97 miliar. Volume tampungnya sebesar 1,68 juta m3 dan luas area genangan 5,23 ha. Saat ini, progres konstruksi Bendungan Sukamahi sebesar 21,13 persen.

Lebih lanjut, Menteri Basuki turut mengingatkan bahwa pengendalian banjir di Jakarta tidak bisa hanya dilakukan melalui upaya struktural atau pembangunan fisik saja, seperti kegiatan normalisasi sungai dan membangun bendungan.

"Melainkan juga dengan kegiatan non-struktural seperti kampanye penyadaran masyarakat, tata ruang, dan pembuatan berbagai sumur resapan di lingkungan rumah masing-masing," ujar Menteri Basuki.

Dalam 5 tahun, Kementerian PUPR Bangun 65 Bendungan dan 1.053 Embung

Kementerian PUPR Tuntaskan Bendungan Sei Gong
Bendungan Sei Gong, Kecamatan Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh pada meningkatnya kebutuhan air. Hal ini berdampak serius pada ketahanan nasional dan daya saing apabila ketersediaan sumber daya air tidak dikelola dengan baik.

Sebagai catatan, jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 267 juta jiwa, dimana 147 juta jiwa atau 55 persen merupakan penduduk perkotaan dengan tingkat pertumbuhan 1,1 persen tiap tahun.

"Untuk itu, pemerintah perlu mengambil langkah memperkuat ketahanan air, termasuk membangun ketahanan terhadap bencana yang ditimbulkan oleh air (water related disaster) seperti banjir dan kekeringan," ujar Basuki keterangan tertulis, Rabu (24/7/2019). 

Kementerian PUPR terus berupaya meningkatkan ketahanan air dan pangan nasional, yakni dengan menambah jumlah tampungan dan suplai air di Indonesia. Diantaranya melalui program pembangunan 65 bendungan dan 1.053 embung dalam kurun waktu 2015-2019.

Selain itu, Kementerian PUPR juga turut membangun jaringan irigasi seluas 865.393 hektare (ha) dan penyediaan air bersih 21.500 liter per detik selama periode 2015-2018.

"Sebanyak 65 bendungan yang sedang dibangun dan sebagian sudah diselesaikan, akan dilanjutkan dengan pembangunan bendung dan jaringan irigasi untuk mengairi daerah persawahan sehingga produktivitas tanaman pangan tetap stabil. Bendungan juga dimanfaatkan untuk penyediaan air baku dalam mendorong percepatan pemenuhan 100 persen akses air bersih melalui pembangunan 10 juta Sambungan Rumah (SR) di tahun-tahun mendatang," tuturnya.

Jumlah Bendungan Besar

(Foto: Dok Kementerian PUPR)
Bendungan Karraloe (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Basuki mencatat, Indonesia hingga kini memiliki 231 bendungan besar yang mampu mengairi sawah irigasi sebanyak 11 persen dari total 7 juta ha lahan irigasi yang di Tanah Air.

Di samping untuk penyediaan jaringan irigasi dan konsumsi masyarakat, infrastruktur sumber daya air yang dibangun juga digunakan untuk mengatasi bencana ekstrim. Seperti banjir dan kekeringan hidrologis berdampak pada kawasan permukiman dan pertanian.

Menurut data World Risk Level, Indonesia termasuk negara yang memiliki risiko tinggi akan bencana banjir sebesar 43,8 persen dari total kejadian bencana alam.

Pada 2019 ini, bencana kekeringan menimpa kawasan perkotaan di 8 provinsi di Indonesia, seperti dikutip Banten, Jawa Timur, NTB, dan NTT dengan jumlah penduduk terdampak 2 juta jiwa. Sedangkan kekeringan kawasan pertanian terjadi di 12 provinsi, yakni Lampung, Jawa Tengah, Bali, dan Maluku dengan luas area irigasi terdampak sebesar 707 ribu ha.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya