Bos Apple Sebut Perang Dagang Untungkan Samsung

Bos Apple, Tim Cook, berbicara dengan Donald Trump soal Samsung.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Agu 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 20:00 WIB
Apple
CEO Apple Tim Cook dan Chief Design Officer Jonathan Ive melihat produk baru Apple di Apple Headquarters, Cupertino, California (12/9) (AP Photo/Marcio Jose Sanchez)

Liputan6.com, Washington D.C. - CEO Apple Tim Cook baru saja bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat, 16 Agustus 2019. Dalam pertemuan itu Tim Cook turut membahas dampak perang dagang ke persaingan Samsung dan Apple.

Presiden Trump mengakui pertemuan dengan Tim Cook berjalan baik. Ia pun menyimak argumen Tim Cook soal bahaya perang dagang AS dan China, pasalnya produk Apple banyak dibuat di China. Alhasil, produk Apple pun bisa ikut kena tarif.

Berbeda dengan Apple, produk Samsung aman dari tarif karena pabriknya berada di luar China, seperti Vietnam, India, dan Indonesia.

"Saya melakukan meeting yang sangat baik bersama Tim Cook. Tim membicarakan tarif bersama saya. Dan salah satunya ia membuat argumen yang bagus soal Samsung yang merupakan kompetitor nomor satu mereka, dan Samsung tidak membayar tarif karena mereka basisnya di Korea Selatan," ujar Donald Trump kepada awak media seperti dilansir CNET.

Trump berkata argumen CEO Apple amat menarik dan berkata sedang memikirkannya. Menurut Business Insider, kedua pria itu sudah bertemu setidaknya sebanyak lima kali dalam setahun terakhir.

Tarif terbaru ke barang impor dari China ke AS akan diterapkan pada 1 September mendatang. Barang-barang elektronik diprediksi naik 10 persen, dan produk Apple seperti AirPods and Apple Watch terancam terpengaruh.

Di lain pihak, Trump justru mengajak Apple agar membuat produknya di AS saja. Apple memang melakukan penelitian dan pengembangan di AS, namun demikian produknya banyak dirakit di luar negeri.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Apple Tawarkan Rp 14,2 Miliar untuk Penemu Bug iPhone

Tim Cook
Tim Cook buka suara tentang harga iPhone X yang dianggap terlalu mahal (Sumber: Ubergizmo)

Apple membuat perubahan besar pada program bug bounty mereka. Program ini mengajak para ahli IT untuk masuk ke sistem dari iPhone dan produk Apple lainnya guna mengetahui kerentanan di infrastruktur Apple.

Selanjutnya, Apple akan memperbaiki kerentanan tersebut. Mereka yang berhasil menemukan celah inipun diganjar sejumlah hadiah berupa uang tunai. 

Apple memperkenalkan program bug bounty ini pada 2016.  Mengutip laman Business Insider, Jumat, 16 Agustus 2019, perusahaan menyebut, mereka akan membayar USD 1 juta (sekitar Rp 14,2 miliar) kepada peneliti keamanan yang dapat menyerang eksekusi kernel dengan metodezero-click.

Ini berarti, siapapun yang bisa mencapai inti dari iOS Apple dan mendapatkan kendali atas iPhone tanpa adanya interaksi dengan pengguna bisa mendapatkan hadiah tersebut.

Jumlah hadiah tersebut jauh lebih tinggi dibanding yang dijanjikan sebelumnya, yakni maksimum USD 200 ribu kepada peneliti ketika program diluncurkan, 2016 silam.

Hadiah yang dijanjikan oleh Apple ini merupakan hadiah bug bounty terbesar yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan teknologi.

Diumumkan di Konferensi Black Hat

Ilustrasi iPhone
iPhone (AP Photo/Charles Rex Arbogast, File)

Menurut Forbes, mereka yang berhasil menemukan kerentanan dalam versi beta dari software Apple ini sebelum iOS terbaru diluncurkan juga bisa mendapatkan 50 persen dari hadiah tersebut.

Apple mengumumkan perubahan pada program bug bounty-nya pada konferensi keamanan siber Black Hat yang berlangsung di Las Vegas, beberapa waktu lalu.

Selain peningkatan hadiah sebesar USD 1 juta, Apple juga mengumumkan mereka akan memperluas program ke platform lain seperti macOS, tvOS, dan watchOS, hingga perangkat lunak yang mendukung Mac, Apple TV, dan Apple Watch.

Perusahaan juga menghapus persyaratan undangan khusus program dan membukanya untuk semua peneliti keamanan yang ingin berpartisipasi. 

Ekspansi dan perubahan program bug bunty ini dilakukan seiring dengan peretasan data yang meningkat di industri teknologi dan finansial.

Di antara perusahaan besar, yang baru-baru ini menjadi korban peretasan data adalah Capital One. Insiden itu membuat 100 juta data pelanggan di Amerika Serikat dan 6 juta dan di Kanada terdampak peretasan.

Pakar keamanan juga memperhatikan keretanan dalam program Apple selama beberapa tahun terakhir. Pada Juni lalu, peneliti Patrick Wardle melihat sebuah kecacatan yang memungkinkan para penyusup masuk ke keamanan macOS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya