, Washington D.C - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kebijakan tarif impor besar-besaran terhadap sejumlah mitra dagang utama AS. Ia menyebut langkah ini sebagai awal dari "era keemasan" baru yang akan mengembalikan industri dan lapangan kerja manufaktur ke tanah Amerika.
Kebijakan tersebut menandai perubahan tajam dari konsensus global selama beberapa dekade terakhir mengenai manfaat perdagangan bebas dan globalisasi. Langkah Trump juga dinilai dapat mendorong negara-negara lain untuk menerapkan tarif balasan dan membangun hambatan perdagangan baru, membuka babak baru proteksionisme dalam perdagangan global.
Baca Juga
Sejumlah negara Asia dengan kekuatan ekspor seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam menjadi sasaran utama dalam daftar tarif baru tersebut.
Advertisement
Mengutip DW Indonesia, Jumat (4/4), China sebagai mitra dagang terbesar AS, dikenakan tarif tambahan sebesar 34 persen— di luar tarif 20 persen yang sudah berlaku sejak Januari — sehingga total tarif terhadap China mencapai 54 persen dan akan mulai berlaku pada 9 April. Kebijakan ini mengancam volume perdagangan bilateral yang tahun lalu mencapai USD 582,4 miliar.
China mengecam keras keputusan tersebut dan berjanji akan memberikan respons setimpal. Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin dalamnya perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia serta potensi gangguan besar pada rantai pasokan global. Kondisi ini juga dapat mempersulit China dalam upayanya mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen pada 2025.
"Kami rasa tarif dapat memicu proteksionisme dan memberikan pukulan telak pada ekonomi dunia," ujar Fang Dongkui, Sekretaris Jenderal Kamar Dagang China untuk Uni Eropa.
Ia mendorong adanya negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara AS dan para mitranya, serta menekankan pentingnya kerja sama antara China dan Uni Eropa demi menjaga stabilitas perdagangan multilateral.
Reaksi Jepang
Sementara itu, Jepang juga menjadi target kebijakan tarif Trump, dengan penerapan tarif 24 persen meskipun negara tersebut telah berusaha keras mendapatkan pengecualian. Trump bahkan menuding Jepang menerapkan tarif hingga 700 persen pada impor beras dari AS, sebuah klaim yang dibantah oleh Menteri Pertanian Jepang, Taku Eto.
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyatakan kekecewaannya atas kebijakan ini dan berjanji akan memberikan dukungan kepada sektor industri domestik.
Tarif sebesar 25 persen untuk semua mobil yang diimpor dari Jepang mulai diberlakukan pada Kamis (3/4), menimbulkan kekhawatiran serius mengingat industri otomotif menyumbang hampir 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang dan berkaitan dengan sekitar 8% lapangan pekerjaan di negara tersebut.
Meski demikian, Jepang memilih langkah hati-hati dalam merespons.
Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, mengatakan bahwa negaranya akan mengambil keputusan terbaik secara cepat namun penuh kehati-hatian.
Advertisement
