Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong kendaraan operasional tambang menggunakan solar campuran biodiesl 20 persen (B20). Hal ini untuk mengurangi impor BBM.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, saat ini kendaraan umum sudah menggunakan B20 dan akan meningkat B30 pada tahun depan.
"Produk penggunaan BBN (Bahan Bakar Nabati) sekarang pakai B20 saya tidak tau apakah (kendaraan tambang) sudah pakai belum, sekarang akan meningkat B30," kata Bambang, di Bandung, Jumat (13/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Bambang pun mendorong kendaraan operasional tambang menyerap B20 demi mengurangi impor ‎BBM. Sebab dapat mengurangi konsumsi 20 persen solar.
"Ini bantu pemerintah dalam rangka mengurangi impor BBM. Penggunaan kita 1,5 juta barel per hari kita produksi 700-800 barel per hari, kita itu sudah jadi importir," tuturnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Infrastruktur Memadahi
Menurut Bambang, infrastruktur untuk penyaluran B20 sudah memadai. Jika kendaraan tambang membutuhkan tambahan infrastruktur penunjang, dia meminta untuk dilaporkan. Dia mengakui, penerapan B20 membuat perawatan kendaraan lebih besar.
‎"Pertama infrastruktur sudah ada, suply sudah ada kalau masalah kinerja, saya tau sejak B20 sedikit naik biaya perawatanya," tandasnya.
Advertisement
Menko Darmin Ungkap Alasan Program B20 Tak Capai 100 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, membeberkan alasan kenapa program campuran solar dengan 20 persen biodiesel (B20) belum terserap penuh hingga 100 persen. Sejauh ini, implementasi program B20 tersebut baru mencapai 97,5 persen.
Dia menjelaskan, ketika di lapangan dalam implementasinya memang tidak semua pihak bisa menggunkan B20 sebagai roda penggerak industrinya. Sehingga pemerintah memberikan pelonggaran terhadap tiga instansi dengan tidak mewajibkan penggunaan B20.
"Masih ada area yang masih kita berikan kelonggaran tetapi mungkin tidak besar sehingga waktu kita ukur sekarang efektivitas B20 secara keseluruhan 97,5 persen. 2,5 persen ada 3 pihak, PLN, Freeport, dan TNI," kata Menko Darmin saat ditemui di Bandung, Jumat (6/9).
Menko Darmin menyebut alasan ketiganya belum bisa menggunakan B20 dikarenakan tidak mendukung kondisi di lapangan. Misalnya saja pada PLN. Perusahaan listrik tersebut pembangkit basis aslinya yakni gas dan uap, sehingga tidak mungkin dipaksakan untuk menyerap B20.
"Kemudian Freeport alasannya karena ketinggian dan tempraturnya bahan nabati untuk campuran Biosolar atau fatty acid methyl ester (FAME) beku," kata dia.
Selanjutnya, gudang persenjataan milik TNI pun tidak sepenuhnya bisa menggunakan B20. Contohnya saja, untuk kapal selam milik angkatan laut. Kendati begitu, seluruh pihak baik dari Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, dan Kapolri mendukung penuh upaya B20 dilakukan pemerintah.
"Sehingga kita masih beri pelonggaran tapi hanya sampai tahun ini, barangkali sisa pelonggarannya adalah PLN dan persenjataan militer, tapi kalau untuk kapal dia akan ikut," tandasnya.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan kebijakan Mandatori B20 untuk public service obligation (PSO) sejak tahun 2016, dengan tujuan menekan impor migas dan defisit transaksi perdagangan. Kebijakan ini kemudian diperluas cakupannya ke sektor Non-PSO seperti sektor pertambangan, kelistrikan, transportasi laut, dan perkeretaapian pada September 2018.