DPR Soroti Defisit RAPBN 2020 Capai Rp 307,2 triliun

Defisit dalam RAPBN 2020 sebesar 1,76 persen atau sebesar Rp 307,2 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Sep 2019, 16:30 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2019, 16:30 WIB
Rapat Paripurna DPR
Anggota dewan di antara deretan kursi kosong rapat paripurna Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2019). Sebanyak 288 dari 560 anggota DPR menghadiri rapat yang beraganda pengambilan keputusan strategis terhadap enam RUU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR RI Kahar Muzakir menyampaikan pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Salah satu poin yang disoroti yakni defisit anggaran dalam RAPBN tahun 2019.

Berdasarkan perhitungan pendapatan negara sebesar Rp 2.233,2 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.540,4 triliun, maka defisit dalam RAPBN 2020 sebesar 1,76 persen atau sebesar Rp 307,2 triliun.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Fraksi PDI Perjuangan), kata dia, berpendapat naiknya pendapatan negara menunjukkan bagaimana potensi yang baik dari sumber-sumber pendapatan negara baik pajak maupun non pajak.

Meskipun demikian, kenaikan pendapatan juga sejalan dengan kenaikan belanja negara. Adapun kenaikan belanja negara tetap lebih tinggi dari pendapatan negara yang menyebabkan adanya defisit anggaran. Hal ini, akan menjadi bahan untuk menyerang Pemerintah.

"Hal ini dapat menjadi celah untuk men-downgrade pemerintah. Turunnya pos belanja untuk subsidi energi menjadikan keresahan masyarakat dikalangan menengah ke bawah dan kalangan bawah," kata dia ketika menyampaikan 'Pendapat Akhir Mini Fraksi Terkait RAPBN 2020', dalam Rapat Paripurna, di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/9).

Dengan demikian, fraksi PDIP berpendapat pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada publik bagaimana proses dan keputusan diambil.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Fraksi Golkar

Rapat Paripurna Bahas RUU SDA dan Pekerja Sosial
Suasana Rapat Paripurna ke-6 DPR masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019). DPR dijadwalkan mengesahkan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yaitu RUU Sumber Daya Air (SDA) dan RUU Pekerja Sosial. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sementara Fraksi Partai Golkar meminta pemerintah agar belanja negara sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan daya saing SDM Indonesia.

Belanja negara juga diminta dapat mempersempit kesenjangan antara orang kaya dan miskin, melalui penyaluran subsidi lebih tepat sasaran dengan mengacu pada Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin, dan juga ditujukan untuk mengurangi disparitas antarwilayah.

"Terhadap defisit, Fraksi Partai Golkar meminta pemerintah dalam menjalankan kebijakan fiskal yang ekspansif harus diikuti dengan upaya-upaya reformasi fiskal dan perbaikan defisit keseimbangan primer melalui peningkatan kualitas belanja," tandasnya.

Pembangunan Infrastruktur di Daerah Masih Bergantung dari APBN

Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan terdapat sejumlah daerah yang sebenarnya mampu membangun infrastruktur tanpa tanpa harus menunggu kucuran APBN. Sayangnya tidak semua daerah yang mampu itu mau mencari pendanaan selain dari APBN.

"Saat ini kami melihat rasio pemerintah daerah yang mampu dan mau melakukan pinjaman ke PT SMI hanya 16 persen dari Pemda-pemda yang sebetulnya mereka eligible atau bisa," kata dia, dalam 'Orientasi Anggota DPD Terpilih Periode 2019-2024, di JW Marriott, Jakarta, Rabu (18/9).

Dia mengatakan saat ini ada berbagai jenis pendanaan yang bisa diakses daerah. Sumber pendanaan pembangunan infrastruktur, lanjut dia, misalnya melalui skema KPBU dan pinjaman dari PT SMI.

Hanya opsi-opsi tersebut belum banyak digunakan oleh pemerintah daerah. Meskipun memiliki dari sisi APBD. "Jadi artinya pemerintah daerah itu lebih baik menunggu tidak usah bangun daripada dia harus pinjam ke PT SMI untuk mempercepat pembangunan di daerahnya. Kita tunggu saja sampai nanti APBN, mungkin kasih," ujar dia.

"Dan tampaknya lebih giat melobi ke DPR, DPD, dan Kementerian Keuangan daripada mencari solusi dimana daerah tersebut sebetulnya memiliki kapasitas untuk bisa membangun melalui mekanisme KPBU atau pinjaman yang bisa dicicil kembali oleh APBD-nya karena APBD-nya sebetulnya memiliki kapasitas," imbuhnya.

Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, untuk memperbaiki hal tersebut pemerintah akan terus memperbaiki penguatan regulasi. "Dan tentu kita akan mendukung perbaikan kualitas SDM di daerah," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya