Industri Asuransi Kumpul Bahas Masa Depan Usai Kasus Jiwasraya Cs

Industri asuransi melakukan introspeksi dalam perbaikan GRC, risk management, mengurangi praktek window dressing, hingga menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.

oleh Athika Rahma diperbarui 27 Feb 2020, 13:05 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2020, 13:05 WIB
Sarasehan Industri Asuransi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (27/02/2020).
Sarasehan Industri Asuransi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (27/02/2020).

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Asosiasi-Asosiasi Perasuransian dengan Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia (LPAI) dan Sekolah Tinggi Manajemen Resiko dan Asuransi (STIMRA) menyelenggarakan Sarasehan Industri Asuransi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (27/02/2020).

Sarasehan yang bertajuk "Quo Vadis Industri Asuransi Nasional Pasca Kasus-Kasus Perasuransian dan Reformasi Industri Asuransi" tersebut digelar untuk membahas masa depan industri asuransi setelah merebaknya kasus-kasus di industri asuransi.

Sebut saja kasus Jiwasraya, Bumiputera hingga isu di Asabri.

Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dadang Sukresna menyatakan, masalah gagal bayar perusahaan ini lama kelamaan akan menggerus kepercayaan hingga menyebabkan krisis kepercayaan terhadap industri asuransi secara keseluruhan.

"Tujuan utama sarasehan ini untuk meningkatkan kepercayaan kepada industri asuransi nasional melalui urun pendapat seluruh pelaku perasuransian sambil mengkonsolidasi pasca kasus gagal bayar," ujar Danang dalam paparannya.

Diharapkan, dari sarasehan ini pelaku perasuransian dapat melakukan introspeksi dalam perbaikan Governancd Risk Compliance (GRC), risk management, mengurangi praktek window dressing, hingga menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

OJK Bakal Wajibkan Perusahaan Asuransi Lapor Kinerja Tiap Bulan

20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mewajibkan perusahaan asuransi untuk memberikan laporan lengkap kegiatan dan keuangan perusahaan setiap bulan. Hal ini dalam menjaga industri asuransi tetap sehat dan mencegah terjadinya kasus gagal bayar klaim seperti yang tengah dialami oleh Jiwasraya.

Kepala Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Riswinandi mengatakan, selama ini perusahaan asuransi hanya diwajibkan untuk memberikan laporan lengkap tiap 3 bulan. Namun, mulai semester II 2020, OJK akan mulai mewajibkan perusahaan asuransi untuk memberikan laporan lengkapnya setiap bulan.

"Pada semster II akan jadi (laporan) bulanan," ujar dia dalam FGD Perkembangan Industri Asuransi dan Perkembangan Reformasi INKB di Kantor OJK, Jakarta pada Senin 24 Februari 2020. 

Menurut dia, laporan yang wajib disetorkan perusahaan asuransi ke OJK tiap bulan terdiri dari laporan neraca keuangan, laba-rugi, instrumen investasi yang digunakan dan lain-lain.

"Laporan lengkapnya seperti necara keuangan dan laba rugi, investasinya ke mana, jenisnya apa. Jadi yang biasanya menjadi laporan 2 bulanan menjadi laporan bulanan. Laporannya terdiri dari 120 lembar," jelas dia.

Selain itu, OJK juga akan mempertegas pemberian sanksi bagi perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran dan menjalankan operasional perusahaan. Nantinya sanksi yang diterapkan akan mencontoh apa yang telah berjalan di sektor perbankan.

"Sanksi yang selama ini hanya berupa peringatan menjadi sanksi denda. Denda ketentuannya seperti perbankan. Tapi jumlahnya (sanksi) belum ditentukan," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya