Bank Dunia Sebut Jalan RI Jadi Negara Pendapatan Menengah Atas Masih Panjang

Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari berpendapatan menengah ke bawah menjadi negara berpendapatan menengah ke atas.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2020, 14:40 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2020, 14:40 WIB
Ilustrasi Bank Dunia
Ilustrasi Bank Dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income country).

Kenaikan status tersebut diberikan setelah berdasarkan assessment Bank Dunia terkini, GNI per capita Indonesia tahun 2019 naik menjadi USD 4.050 dari posisi sebelumnya USD3.840.

Kepala Ekonom World Bank Indonesia, Frederico Gil Sander mengatakan, jalan bagi Indonesia menuju negara dengan berpendapatan kelas menengah ke atas menjadi sangat panjang sekali antara 2020 hingga 2045 mendatang. Posisi Indonesia sendiri sebetulnya sudah masuk ke kelas pendapatan menengah bahkan menuju kelas atas pada 2019.

"Tentu ini jalan panjang, Indonesia butuh reformasi yang harus dilakukan untuk akselerasi pertumbuhan, jalan masih panjang namun ada," katanya dalam Indonesia Economic Prospect Report, secara virtual, Kamis (16/7).

Frederico mengatakan di tengah kondisi pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi Indonesia. Sebab kecepatan Indonesia untuk kembali naik kelas harus dikurangi akibat wabah virus Corona tersebut.

"Sekarang seluruh dunia harus berurusan dengan pandemi covid. Sebagai bagian dari guncangan ekonomi, harga komoditas turun, terjadi juga di Indonesia. Investasi ekonomi bergantung pada komoditas, oleh karena itu angka komoditas yang negatif tentu saja berdampak pada ekonomi," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Guncangan Pandemi

Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 2020 Sebesar 5,3 Persen
Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunam gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (27/8/2019). Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sebesar 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Belum lagi, arus modal keluar yang keluar pada Maret 2020 akibat guncangan pandemi covid itu adalah salah satu terbesar dalam sejarah krisis di Asia. Dan kemudian imbal hasil obligasi itu juga semakin terluka, kemudian nilai tukar menurun. Sehingga pasar jadi lebih fluktuatif.

"Arus wisatawan juga tiba tiba membeku. Ini bisa terlihat di kuartal pertama, ketika wisatawan/ pariwisata beranjak memelan dan semakin berkurang. Selain dari guncangan eksternal terhadap ekonomi Indonesia baik melalui pariwisata, harga komditas, Indonesia dan negara lain juga harus berikan respon pada pandemi," jelas dia.

Hal lainnya bisa dilihat mobilitas di Indonesia jadi jauh lebih rendah, baik memasuki kuartal kedua dan akhir kuartal satu. Masyarakat paling hanya berbelanja barang kebutuhan. Hal itu memberikan dampak besar ke ekonomi.

"Di kuartal satu, itu baru di pertengahan maret saja ada batasan gerak, dan kita ada isu terkait pariwisata harga komoditas dan volatilitas keuangan yang memberikan dampak pada ekonomi," tandas dia

Reorter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya