Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR Fraksi Gerindra Mulan Jameela mencecar manajemen PT PLN (Persero) soal utang perusahaan yang mencapai Rp 694,79 triliun. Menurut dia, utang yang sangat besar tersebut tidak sehat bagi kinerja PLN.
"Merujuk laporan keuangan PLN kuartal I 2020, PLN memiliki utang jangka panjang Rp 537 triliun dan utang jangka pendek sebesar Rp 157,79 triliun. Dengan demikian, total utang PLN menjadi Rp 694,79 triliun," ujarnya di DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Mulan mengatakan, utang ini digunakan termasuk untuk pembangunan listrik 35.000 megawatt (MW). Namun, untuk pembangunan tersebut PLN tak menggunakan dana sendiri, tetapi menggunakan pinjaman dari perbankan.
Advertisement
"Utang perusahaan digunakan membiayai proyek infrastruktur listrik 35.000 MW, PLN tak punya dana sendiri sehingga melakukan pinjaman ke bank sebesar Rp 100 triliun dengan tujuan membangun listrik," jelasnya.
Mulan juga menilai, kondisi keuangan tersebut tidak sehat bagi perusahaan pelat merah tersebut. Apalagi jika PLN berniat menaikkan tarif untuk menutup utang perusahaan.
"Dengan kondisi keuangan seperti ini tentu mengagetkan dan tidak sehat. Yang ingin saya tanyakan dengan kondisi ini bisa kah PLN menjamin ketersediaan listrik nasional tanpa harus menaikkan tarif listrik kepada masyarakat karena terus terang pada kenyataannya kenaikan tarif listrik menjadi hal yang meresahkan,"paparnya.
Untuk itu, dia meminta perusahaan penyedia jasa kelistrikan tersebut menjelaskan langkah yang akan dilakukan perusahaan untuk menutup utang. "Apa langkah yang akan dilakukan PLN untuk mengatasi utang tersebut?" tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN: Proyek 35.000 MW Baru Beroperasi 23 Persen
Sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini mengatakan progres pembangunan listrik 35.000 megawatt (MW) sudah beroperasi efektif sebanyak 23,6 persen.
Dia juga menyampaikan, hingga kini dari pengerjaan hingga tersambung secara keseluruhan telah mencapai 78,4 persen.
"Yang sudah dimulai pengerjaan fisik mulai dari konstruksi sampai dengan tersambung totalnya adalahh sebesar 78,4 persen, sedangkan dalam tahap pengadaan, perencaanaan dan PPA tetapi belum dimulai pengerjaan fisik adaah 27,6 persen," ujarnya di DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
"Artinya sudah lebih dari 3/4 dari program tersebut dimulai pembangunan fisiknya. Sementara yang sudah benar-benar beroperasi adalah sebesar 23,6 persen," sambung Dirut PLN itu.
Zulkifli mengatakan, program pengadaan listrik 35.000 MW sebagian besar mengandalkan bahan bakar batu bara. Untuk itu, perusahaan pelat merah tersebut membutuhkan harga batu bara yang kompetitif untuk penyediaan listrik.
"Program 35.000 MW yang sebagian berbasis bahan bakar batu bara akan meningkatkan PLTU Indonesia. Setiap tahun masa produksi pembangit listrik adalah 30 sampai 40 tahun sehingga perlu dipastikan kesediaan batu bara dengan harga terjangkau dan jumlah yang memadai," jelasnya.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik tersebut, PLN pun mengusulkan Indonesia harus memiliki tambang batu bara dengan spesifikasi yang sesuai.
"Untuk mendukung ini, salah satunya memiliki tambang dengan spesifikasi yang dibutuhkan," tandasnya.
Advertisement