Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat pada Juli 2020. Hal ini didukung komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi.Â
Posisi M2 pada Juli 2020 tercatat Rp6.567,7 triliun atau meningkat 10,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,2 persen (yoy).
"Pertumbuhan M1 tercatat sebesar 13,1 persen (yoy) pada Juli 2020, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2020 sebesar 8,2 persen (yoy), didorong oleh peningkatan uang kartal dan giro Rupiah," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dikutip dari laman BI, Senin (31/8/2020).
Advertisement
Pertumbuhan uang kuasi juga meningkat, dari 8,1 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 9,7 persen (yoy) pada Juli 2020.
Sementara itu, surat berharga selain saham tumbuh 4,9 persen (yoy) pada Juli 2020, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 31,4 persen (yoy).
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, peningkatan uang beredarpada Juli 2020 disebabkan oleh kenaikan aktiva luar negeri bersih. Peningkatan aktiva luar negeri bersih tercatat sebesar 17,6 persen (yoy) pada Juli 2020, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada Juni 2020 sebesar 12,1 persen (yoy).
"Penyaluran kredit pada Juli 2020 tercatat tumbuh stabil 1,0 persen (yoy)," kata dia.
Sementara itu, keuangan pemerintah tumbuh positif, meskipun mengalami perlambatan yang tercermin pada pertumbuhan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat yang melambat dari 43,0 persen (yoy) pada Juni 2020 menjadi 40,8 persen (yoy) pada Juli 2020.
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penerbitan Uang Rp 75.000 Tak Bikin Jumlah Uang Beredar Melonjak
Direktur Pengelolaan Kas Negara, Kementerian Keuangan, Didyk Choiroel mengatakan penerbitan Uang Peringatan Kemerdekaan (UPK) pecagahan Rp 75.000 tidak berhubungan dengan kondisi keuangan negara yang mengalami defisit akibat pandemi Covid-19.
Sebab, setiap tahunnya, Bank Indonesia dan Pemerintah terus berkoordinasi untuk mengetahui jumlah uang beredar yang ada di masyarakat.
"Tidak ada hubungannya (penerbitan UPK dengan kondisi keuangan negara)," kata Didyk dalam webinar bertajuk 'Ngobrolin Uang Peringatan Kemerdekaan Ke-75', Jakarta, Rabu, (26/8).
Didyk meyakinkan penerbitan UPK tidak akan menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sebab, UPK didapatkan masyarakat dengan cara menukar dengan uang yang nilainya sama.
"Jadi tidak ada penambahan uang di masyarakat, karena ini sifatnya menggantikan," kata dia.
Sehingga tidak akan memengaruhi kondisi keuangan di masyarakat. Didyk menjelaskan, dalam setiap penerbitan uang harus mengikuti kondisi fiskal, moneter dan jumlah uang beredar di masyarakat. Hal ini merupakan indikasi makro ekonomi yang bisa memengaruhi jumlah uang yang akan dipakai.
Meskipun nilainya tetap sama, namun, dengan uang Rp 75.000 ini memiliki makna dan nilai yang penting dari sekedar alat pembayaran yang sah. UPK ini memiliki nilai historis karena dikeluarkan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan ke-75 dan dicetak terbatas sebanyak 75 juta lembar.
"Tidak ada pengaruhnya tapi memang ada nilai momentumnya," kata dia.
Didyk menambahkan, di era serba digital ini, peran uang kartal (uang fisik) masih memiliki peran sebesar 39 persen. Sehingga penerbitan UPK memang diminati masyarakat di tengah adaptasi penggunaan uang digital.
"Meskipun uang giral saat ini tengah didorong dengan penggunaan uang giral , uang kartal (uang fisik) perannya masih 39 persen," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement