Impor BBM Pertamina Turun Tergantung Proyek Kilang Balikpapan

Hari ini, Komisi VII DPR hari ini rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina (Persero)

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 31 Agu 2020, 18:15 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2020, 18:15 WIB
20160414- Kilang Pengolahan Minyak Terbesar ke-2 di Indonesia-Kalimantan- Fery Pradolo
Petugas lapangan memantau Area Tanki LPG (Spherical Tank) di kawasan kilang RU V Balikpapan, Kalimantan, Kamis (14/05). Kilang RU V merupakan kilang pengolahan minyak Pertamina terbesar ke-2 di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, Komisi VII DPR hari ini rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina (Persero). Ada 7 mata agenda rapat, salah satunya membahas proyeksi volume impor minyak mentah dan impor BBM dari 2020 hingga 2024.

Pimpinan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR bersama Pertamina, Ramson Siagian mencecar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati terkait proyeksi impor BBM Pertamina hingga 2024.

Hal ini lantaran Nicke dinilai tidak memberikan jawaban yang to the point, dan malah melebar dari pokok pertanyaan.

“Berapa yang bisa diimpor Pertamina hingga 2024? Biar kita tahu ketahanan energi kita seperti apa," tanya Ramson, Senin (31/8/2020).

Alih-alih menjawab, Nicke justru menjelaskan mengenai proyek RDMP (Refinery Development Master Plan). Dia menjelaskan hal itu sebagai latar belakang untuk menjelaskan volume impor.

Melengkapi penjelasan Nicke, SVP Corporate Strategic Growth Daniel Purba menjelaskan Pertamina masih akan mengimpor minyak mentah sekitar 250 ribu hingga 300 ribu barel per hari.

Sementara untuk impor BBM, Pertamina masih akan mengimpor sekitar 250 ribu barel per hari sampai dengan beroperasinya kilang baru yang akan beroperasi sebelum 2024.

“Dengan demikian, nanti kita bisa melihat dengan bertambahnya kapasitas kilang Balikpapan, impor BBM akan mengalami penurunan, crude-nya naik, BBM-nya turun," jelas dia.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Dirut Pertamina: Premium dan Pertalite Harusnya Tak Boleh Dijual

Pertamina Turunkan Harga BMM
Pengendara mengisi BBM di SPBU Jakarta, Minggu (10/2). Hari ini BBM kembali diturunkan Pertamina adapun penurunan harga BBM ini, untuk wilayah Jabodetabek, harga Pertamax Turbo diturunkan dari Rp 12.000 jadi Rp 11.200 per liter.(Liputan6.com/AnggaYuniar)

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan premium dan pertalite sebagai gasoline yang memiliki nilai di bawah research octane number (RON) 91 seharusnya tidak boleh lagi dijual di Indonesia. Hal tersebut demi upaya mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (BBM) untuk menekan emisi gas rumah kaca.

Pernyataan tersebut sejalan dengan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2017 yang mensyaratkan gasoline yang dijual minimum harus memiliki nilai research octane number (RON) 91. Untuk diketahui Premium merupakan RON 88 dan Pertalite dengan RON 90.

"Artinya ada dua produk yang kemudian tidak boleh lagi dijual di pasar kalau mengikuti aturan tersebut yaitu premium dan pertalite," ujar Nicke saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan DPR, Jakarta, Senin (31/8/2020).

Nicke mengatakan, meski sudah ada aturan melarang, kedua jenis BBM tersebut hingga kini memiliki porsi yang konsumsi yang paling besar. Pada 22 Agustus 2020 tercatat, penjualan premium mencapai 24 ribu kiloliter (KL) dan pertalite sebesar 515 ribu KL.

Kemudian, untuk penjualan BBM dengan RON di atas 91 yakni pertamax dengan RON 92 sebesar 10.000 KL, dan pertamax Turbo dengan RON 98 sebesar 700 KL.

"Namun demikian kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena premium dan pertalite ini porsi konsumsi paling besar. Karena itu kita segera mendorong bagaimana konsumen mampu untuk beralih ke BBM lebih ramah lingkungan," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya