Ternyata Ini Alasan Perusahaan Asuransi Enggan Tanggung Biaya Pasien Covid-19

Pandemi mendorong masyarakat untuk memiliki asuransi sebagai langkah proteksi diri dari risiko kesehatan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Sep 2020, 12:34 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2020, 12:20 WIB
20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi mendorong masyarakat untuk memiliki asuransi sebagai langkah proteksi diri dari risiko kesehatan. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sejak awal Covid-19 merebak hingga Juni 2020, industri asuransi jiwa telah membayarkan klaim sekitar Rp 216 miliar. Dana tersebut hanya terkait covid-19. Klaim lainnya tetap berjalan.

Meski begitu, tak sedikit perusahaan asuransi yang enggan memberikan proteksi atas resiko dari covid-19. Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo menjelaskan sejumah faktor yang dipertimbangkanoleh perusahaan ansuransi dalam memberikan proteksi terkait covid-19.

Pertama, Covid-19 yang berstatus pandemi ini dianggap masih mengandung ketidakpastian yang sangat tinggi. Sampai nanti ditemukan vaksin yang tersedia secara luas dan di komersialkan.

“Kedua, biaya perawatan dan penyembuhan Covid-19 sangat mahal dengan tren minimnya ruang perawatan dan terbatasnya tenaga medis,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (17/9/2020).

Saat ini, penyebaran virus covid-19 makin masif terjadi bahkan tanpa gejala. Sehingga tidak dapat dideteksi dengan medical check up. “Covid-19 menunjukkan gejala banyak yang terinfeksi secara tanpa gejala (OTG) yang tidak bisa dideteksi dengan medical check up sekalipun,” kata dia.

Di sisi lain, peraturan yang muncul dalam rentang waktu relatif dekat berpotensi menimbulkan kerancuan. Apalagi jika koordinasi pusat dan daerah kurang baik dan memicu adanya sengketa. Maka perusahaan asuransi akan cenderung menghindar.

“Banyak peraturan yang silih berganti antara pusat dan daerah lintas otoritas yang saling tarik menarik, menunjukkan banyak wilayah abu-abu yang berpotensi sengketa. Sehingga cenderung dihindari oleh asuransi,” tukas Irvan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Efek Corona, OJK Sebut Premi Asuransi Tumbuh Negatif

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan catatan premi asuransi jiwa yang tumbuh negatif pada triwulan pertama 2020 sebesar 13,8 persen imbas pandemi Covid-19.

“Tren pertumbuhan premi asuransi mengalami penurunan khususnya asuransi jiwa. Premi asuransi jiwa terkoreksi minus 13,8 persen, di mana Desember 2019 lalu hanya minus 0,38 persen. Tren asuransi umum tumbuh rendah di level 3,65 persen, dimana pada Desember lalu, tumbuhnya 15,65 persen. Ini terkoreksi betul di industri asuransi akibat Covid-19,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, Senin (11/5/2020).

Selain premi, tanda pukulan Corona juga terlihat dari rasio modal atau Risk based capital (RBC). RBC merupakan tolak ukur yang dapat memberitahu tingkat keamanan finansial atau kesehatan perusahaan asuransi. RBC dikatakan sehat bila nilainya semakin besar.

Kendati demikian, Wimboh juga menyebutkan bahwa RBC asuransi jiwa masih terjaga dalam batas aman, yakni sebesar 642,7 persen, turun dari akhir tahun 2019 lalu yang mencapai 789 persen.

Sedangkan untuk asuransi umum, rasio kecukupan modalnya mencapai 297,3 persen dibandingkan posisi Desember 2019 yang mencapai 345 persen.

"Asuransi jiwa dan umum masih terjaga di threshold, namun menurun," kata Wimboh dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya