Tak Narik Sebulan di Masa Pandemi, AKAP Rugi hingga Rp 1 Triliun

Data perusahaan angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) mengalami kerugian hingga Rp 1 triliun dalam sebulan selama tidak beroperasi di masa pandemi.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Sep 2020, 18:45 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2020, 18:45 WIB
Pemprov DKI Jakarta Cabut SIKM Bagi Pengguna Transportasi Jarak Jauh
Sejumlah bus AKAP terparkir di terminal Kalideres, Jakarta Barat, Kamis (30/7/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut syarat wajib surat izin keluar masuk (SIKM) bagi pengguna transportasi umum jarak jauh membawa angin segar di industri transportasi darat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, melaporkan data perusahaan angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) mengalami kerugian hingga Rp 1 triliun dalam sebulan selama tidak beroperasi di masa pandemi.

“Kami mencoba berdiskusi dengan organda ini masih angka kasar pernah melakukan satu exercises kajian kerugian yang diakibatkan karena ada penurunan terhadap produksi penumpang yang melayani dalam satu bulan itu kehilangannya untuk AKAP saja bisa sampai Rp 1 triliun,” kata Budi dalam diskusi online Kebijakan Pengendalian dan Ketahanan Bisnis Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Saat Pandemi, Jumat (18/9/2020).

Selain AKAP, Budi juga menyebutkan ada Angkutan Antar Jemput Provinsi (AJAP) yang mengalami kerugian Rp 61 miliar Ketika tidak beroperasi selama satu bulan. Untuk angkutan pariwisata Rp 1,1 triliun, antar-kota dalam provinsi (AKDP) Rp 3,9 triliun, taksi Rp 878 miliar, angkot Rp 701 miliar, dan angkutan barang seperti truk mengalami kerugian Rp 7,6 triliun selama sebulan tak beroperasi.

“Ini data ini kami dapatkan setelah kami melakukan diskusi dengan teman-teman dari organda secara spesifik, namun sifatnya masih perhitungan kasar karena sebenarnya masih dalam kajian kita bersama dengan teman-teman organda,” jelasnya.

Meski demikian, dengan adanya pandemi covid-19 ini ia mengatakan operator-operator baik itu kendaraan penumpang maupun barang pemerintah memberikan kebijakan dalam menanggapi situasi tersebut.

Oleh karena itu di masa transisi new normal, Pemerintah memperbolehkan kembali angkutan penumpang dan barang beroperasi kembali, tapi harus menerapkan protokol Kesehatan dengan ketat seperti menggunakan masker untuk penumpang dan supir, penyemprotan disinfektan, jaga jarak antar penumpang dan lainnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Angkutan Logistik

Pelabuhan Merak Hanya untuk Angkutan Logistik
Truk yang akan menyeberang ke Sumatera memasuki Pelabuhan Merak, Banten, Senin (18/5/2020). Akibat larangan mudik dan pemberlakuan PSBB aktivitas di Pelabuhan Merak makin sepi dan hanya melayani penyeberangan truk pengangkut barang kebutuhan pokok. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jauh sebelumnya, pada awal pandemi covid-19 Pemerintah memberikan keleluasaan bagi angkutan barang logistik, dimana kebijakan logistik memang dibutuhkan dan berpengaruh terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga pemerintah memberikan kebijakan kemudahan.

“Kalau angkutan barang tidak terlalu terpengaruh, karena saat pandemi covid pemerintah ada kebijakan bahwa untuk angkutan logistik diberikan semacam relaksasi atau kemudahan-kemudahan sehingga memang tidak terpengaruh secara besar. Namun kendaraan AKAP dan pariwisata ini mengalami banyak kerugian aspek finansial,” ujarnya.

Maka dari itu pihaknya sebagai regulator terus berupaya agar operator angkutan penumpang bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat baik saat dan setelah pandemi covid-19 ini.

“Demikian pemerintah hadir untuk diskusi dengan para operator untuk memberikan semacam relaksasi dengan masyarakat, agar operator bisa melayani saat dan selesai pandemi dengan memberikan relaksasi terkait masalah kemudahan-kemudahan yang bisa didapatkan sehingga untuk para operator bisa bertahan sampai dengan kondisi sekarang ini,” pungkasnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya