Serikat Pekerja BUMN Bakal Gugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Konfederasi Serikat Pekerja (KSP) BUMN mengambil pernyataan sikap terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Okt 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 14:00 WIB
Jelang Sidang Pembacaan Putusan, Penjagaan Gedung MK Diperketat
Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja (KSP) BUMN menyuarakan dukungan kepada kelompok buruh yang merasa dirugikan akibat sejumlah pasal di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Ketua Umum KSP BUMN Ahmad Irfan Nasution mengatakan, pihaknya akan bantu memproses gugatan terhadap RUU Cipta Kerja yang telah disahkan tersebut secara jalur hukum via Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terhadap pasal yang merugikan pekerja, KSP BUMN akan segera membentuk tim advokasi untuk mengajukan gugatan Judicial Review melalui Mahkamah Konstitusi," ungkap Irfan, Selasa (6/10/2020).

Irfan menyatakan, KSP BUMN juga telah memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR terkait perumusan draft RUU Cipta Kerja sebelum disahkan.

"KSP BUMN akan mempelajari UU tersebut dengan seksama, terutama terkait pasal usulan KSP BUMN dan pasal yang merugikan pekerja," ujar dia.

Kendati demikian, pihaknya mengambil pernyataan sikap yang sedikit berbeda dari serikat pekerja lainnya terkait aksi bentuk penolakan. Irfan menyampaikan, ia mengajak kepada seluruh pekerja yang tergabung dalam KSP BUMN untuk tidak ikut dalam aksi mogok kerja nasional seperti yang dilakukan kelompok pekerja lain.

"Kita tetap harus berikan kinerja terbaik di tengah ancaman resesi ekonomi sebagai dampak pandemi, dan tantangan BUMN sebagai buffer perekonomian nasional untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara kolektif," imbuh dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Serikat Pekerja BUMN Tak Ikut Aksi Mogok Kerja Tolak UU Cipta Kerja

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan salam kepada anggota DPR disaksikan Pimpinan DPR saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Konfederasi Serikat Pekerja (KSP) BUMN mengambil pernyataan sikap terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin kemarin.

Ketua Umum KSP BUMN Ahmad Irfan Nasution mengatakan, salah satu sikap yang diambil pihaknya yakni mengumumkan kepada seluruh pekerja BUMN agar tidak ikut dalam aksi mogok kerja seperti yang dilakukan kelompok serikat pekerja lain.

"Kita tetap harus berikan kinerja terbaik di tengah ancaman resesi ekonomi sebagai dampak pandemi, dan tantangan BUMN sebagai buffer perekonomian nasional untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara kolektif," serunya, Selasa (6/10/2020).

Irfan menyatakan, KSP BUMN juga telah memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR terkait perumusan draft RUU Cipta Kerja sebelum disahkan.

"KSP BUMN akan mempelajari UU tersebut dengan seksama, terutama terkait pasal usulan KSP BUMN dan pasal yang merugikan pekerja," ujar dia.

Pernyataan sikap yang dikeluarkan KSP BUMN ini memang sedikit berbeda dengan kelompok buruh lainnya. Seperti yang diutarakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI), yang memastikan bakal tetap menyelenggarakan aksi mogok kerja nasional selama 3 hari, yakni pada 6-8 Oktober 2020.

Presiden KSPI Said Iqbal mengemukakan, aksi itu digelar sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja yang telah menjadi UU. Ada 7 poin alasan mengapa KSPI tidak setuju dengan Omnibus Law. Pertama, buruh menolak Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.

Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Lalu, penolakan seputar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak kerja seumur hidup tanpa batas waktu.

Selanjutnya, buruh juga menolak UU Cipta Kerja terkait outsourcing seumur hidup, tidak mau mendapatkan jam kerja eksploitatif, mempermasalahkan hak upah atas cuti yang hilang, hingga menyoroti potensi hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan akibat terus menggunakan karyawan outsourcing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya