Liputan6.com, Jakarta Lembaga survei Indikator merilis hasil survei mengenai mitigasi dampak Covid-19 bertajuk Tarik Menarik Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan.
Dari survey yang dilakukan tanggal 24-30 September 2020, sebanyak 55 persen responden menilai kondisi ekonomi nasional secara umum buruk. Secara rinci, 22,9 persen pengatakan kondisinya sedang, 10,3 persen mengatakan sangat buruk, dan 8,9 persen mengatakan baik.
Survei dilakukan menggunakan kontak telepon kepada responden. Sampel diambil sebanyak 1.200 responden dan dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Advertisement
"Kondisi ekonomi rumah tangga tampak belum menunjukkan perbaikan. Tapi pendapatan rumah tangga konsisten menunjukkan ke arah perbaikan," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam tayangan virtual, Minggu (18/10/2020).
Sebanyak 66,6 persen responden mengaku mengalami penurunan pendapatan. Kemudian, 31,4 persen responden menyatakan pendapatannya masih tetap dan tidak berubah selama pandemi.
Burhanuddin menjelaskan, 55 persen dari responden yang pendapatannya menurun merasa sulit memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Secara rinci, 12,3 persen merasa sulit memenuhi biaya sekolah, 11,3 persen merasa sulit memenuhi kebutuhan kuota internet untuk sekolah online, lalu 10,5 persen merasa sulit karena kehilangan pekerjaan.
Kendati, Indikator memprediksi masyarakat sudah memiliki penghasilan yang mulai pulih. Hal ini kemungkinan karena kelompok yang mengalami PHK tidak semakin banyak. "Lalu, yang sementara dirumahkan sudah tampak mulai aktif bekerja kembali," ujar Burhanuddin.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Indonesia Butuh USD 1,5 Triliun untuk Tetap Membangun Hingga 2030
Indonesia disebut masih memerlukan anggaran sebesar USD 1,5 triliun untuk Pembangunan Nasional Berkelanjutan atau SDGs. Jumlah ini diperkirakan masih akan terus bertambah setiap tahunnya.
"Indonesia memerlukan USD 1,5 triliun untuk mencapai SDGs target 2030. Dan menurut Bappenas SDGs financing needs akan terus meningkat dari tahun 2020 sampai 2030," kata Impact Measurement and Management Consultant at UNDP, Cindy Colondam, dalam diskusi virtual di Jakarta, Minggu (18/10/2020).
Dia mengatakan, anggaran keperluan SDGs tersebut juga sangat bergantung pada sekenario intervensi business as usual (BAU) dan High intervensi dilakukan pemerintah Indonesia.
Di dalam skenario intervensi high pembiayaan non pemerintah sendiri diperkirakan akan dibutuhkan sebesar 44 persen dari USD 4,7 miliar.
"Jadi kita melihat untuk mencapi tujuan SDGs kita harus tidak bergantung pada satu sektor dan pemerintah dan bisa pembiayaan inovatif yang bisa mendorong koloboratif multisektoral," jelas dia.
Di sisi lain, pembiayaan SDGs di seluruh dunia sendiri terdapat kekurangan sebesar USD 2,5 triliun. hal tersebut berdasarkan data dari UNCTADI.
"Ini memaksa pemangku kepentingan mencari sumber pembiayaan baru. Karena tidak bisa bergantung lagi kepada angaran nasional. Apalagi investasi swasta lokal di Indonesia merupakan hampir setengah dari pendanaan SDGs," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber:Merdeka.com
Advertisement