Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa Indonesia memperjuangkan pengelolaan Perikanan tuna madidihang atau yellowfin tuna yang adil dan transparan di Samudera Hindia.
Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan, Indonesia perlu meminta klarifikasi dari Indian Ocean Tuna Comission (IOTC) terkait penyebab perbedaan data mengingat data merupakan komponen yang krusial dalam pengelolaan perikanan.
Advertisement
"Terlebih lagi, data tersebut akan digunakan dalam penentuan alokasi penangkapan ikan di Samudera Hindia yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan kriteria alokasi," kata Zaini, dilansir dari laman kkp.go.id, Minggu (8/11/2020).
Advertisement
Kata dia, apabila data tersebut tidak dikawal pengumpulan dan penggunaannya, dikhawatirkan akan merugikan negara-negara anggota IOTC dan tujuan pengelolaan perikanan tidak terlaksana dengan baik.
"Sidang tahunan IOTC akhirnya menghasilkan beberapa kesimpulan terkait penentuan kriteria alokasi dan implementasi Resolusi 2019/01. Hasil tersebut perlu kita kawal dan tindaklanjuti sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dan posisi Indonesia dalam pengelolaan tuna khususnya di IOTC," ujar Zaini.
Ia menilai partisipasi aktif Indonesia pada IOTC sangat penting bagi pengelolaan hasil tangkapan tuna khususnya di kawasan Samudera Hindia. Hal ini juga sebagai bentuk pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Sementara itu Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda yang menjadi ketua Delri pada sidang IOTC menerangkan, hasil pertemuan internasional ini memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi keberlanjutan pengelolaan tuna di kawasan Samudera Hindia. Khususnya terkait tangkapan tuna madidihang yang sudah berstatus overfished and subject to overfishing.
"Hasil sidang tahunan IOTC tahun ini memutuskan adanya pertemuan khusus (special session) di tahun 2021 untuk membahas implementasi dan revisi Resolusi 2019/01 karena tahun ini pembahasan tidak dapat dilakukan secara komprehensif mengingat pertemuan dilakukan secara virtual," ujar Trian.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Alokasi
Selain itu disetujui untuk melakukan tiga kali pertemuan Technical Committee on Allocation Criteria di tahun 2021 untuk membahas kriteria alokasi tuna di Samudera Hindia.
Tria menerangkan kriteria alokasi diharapkan dapat memenuhi aspek keberadilan (fairness) dan memperhatikan kepentingan developing coastal state. Selain itu juga memenuhi unsur sosial ekonomi dan tingkat kepatuhan negara anggota dan kerja sama non anggota.
Dalam pertemuan ini Indonesia juga menjadi co-sponsor untuk dua proposal yaitu pemilihan Executive Secretary IOTC, Consultation Towards the Development of a Proposal for a Permanent Procedure to Select the Executive Secretary dan Proposal on a Management Procedure for Yellowfin Tuna in the IOTC Area of Competence bersama dengan Australia, Maladewa, Afrika Selatan dan Uni Eropa.
Lanjut Trian, dalam hal pengelolaan tuna dan spesies sejenis tuna di Samudera Hindia, RFMO (Regional Fisheries Management Organization) yang mengelola adalah IOTC.
Indonesia menjadi negara anggota (contracting party) pada IOTC sejak tahun 2007 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Pengesahan Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan Tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia). Saat ini IOTC terdiri dari 31 negara anggota penuh.
Advertisement