Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM mendorong pelaku UMKM untuk aktif mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebab, kegiatan ini diyakini sebagai peluang bisnis yang sangat besar dan harus dimanfaatkan pelaku UMKM.
"Ini saja dimanfaatkan UMKM, potensinya sangat besar," kata Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit, pada pembukaan Pelatihan Teknis Pelibatan KUMKM dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di tulis Kamis (12/11).
Baca Juga
Victoria mengatakan, melalui Peraturan Presiden Nomor 16/2018 mewajibkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah mencadangkan belanja pengadaan yang nilainya sampai dengan Rp2,5 miliar untuk UMKM.
Advertisement
"Pelibatan UMKM ini juga diperkuat dalam UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa 40 persen dari pengadaan barang dan jasa pemerintah diperuntukkan bagi UMKM," paparnya.
Sehingga, pelaku UMKM dapat mengakses tiga platform digital yang diperuntukkan bagi UMKM untuk transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Yaitu, Pasar Digital (PaDi) UMKM, Bela Pengadaan, dan Laman UKM.
"Ini bukan program yang dibuat hanya saat Pandemi, tapi program yang akan berlangsung terus menerus. Semua aplikasi itu diperuntukkan bagi pelaku UMKM," terangnya.
Maka dari itu, pihaknya juga meminta pelaku UMKM memperhatikan kualitas produk yang akan masuk dalam transaksi belanja pemerintah. Dimana produk harus memenuhi standar yang ditetapkan dan bahkan dapat bersaing secara global.
"Misalnya, pemerintah butuh furnitur untuk kantor, tapi baru sebulan dibeli sudah rusak. Ini akan jadi temuan BPKP. Saya harap, pelaku UMKM harus berpikir bisnis tidak lagi sekadar atau asal produksi," ungkap Victoria.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Kesulitan Cari Data UMKM
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan masih sulitnya mendapatkan data masyarakat penerima bantuan sosial (bansos). Kesulitan tersebut terjadi kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Paling sering dibahas namun sulit dari datanya adalah UMKM," katanya dalam acara Indonesia Fintech Summit, secara virtual di Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Bendahara Negara itu mengatakan, banyak yang menyebut Indonesia memiliki 60 juta UMKM. Namun ketika pemerintah, mengalokasikan anggaran program pemulihan ekonomi (PEN) untuk UMKM, seperti fasilitas subsidi bunga atau restrukturisasi pinjaman atau banpres produktif Rp2,4 juta per UMKM, justru kesulitan.
"Mencari orangnya ini tidak gampang. Kita punya database yang sangat terfragmentasi," sebutnya.
Dia menyebut, selama ini data-data UMKM tersebut tidak berasal dari satu pintu. Ada yang berasal dari perbankan seperti BNI, BRI, dan bank lainnya. Juga ada pula yang berasal dari non bank seperti PNM, pegadaian, dan di Kemenkop UKM.
"Jadi ini adalah perlunya untuk integrasikan dan memungkinkan untuk eksekusi efektif efisien dan tepat sasaran. Juga bisa minimalkan yang disebut exclusion dan inclusion error" tandas dia.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Advertisement