Sri Mulyani: Pajak Jadi Penentu Ketertarikan Investor Tanam Modal di Indonesia

Kepastian perpajakan sangat penting bagi dunia usaha, agar bisa menciptakan playing field yang semakin baik.

oleh Tira Santia diperbarui 19 Nov 2020, 17:59 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2020, 17:50 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, pemerintah sedang menggodok 40 (empat puluh) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 (empat) Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Maka itu, pemerintah juga menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan agar RPP dan Rperpres tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha juga masyarakat.

Beberapa hal yang dibahas terkait implementasi UU Cipta Kerja di bidang perpajakan, termasuk tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) serta rencana pendirian Lembaga Pengelolaan Investasi (LPI). Tujuan ketentuan perpajakan disinergikan ke dalam UU Cipta Kerja adalah agar meningkatkan investasi di tengah perlambatan perekonomian global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, selama ini Indonesia hanya unggul dari sisi market size saja, sementara dari sisi daya saing masih ketinggalan dari negara lain. Jadi, Indonesia harus melakukan transformasi, khususnya di bidang ekonomi, ke arah yang lebih positif dan punya nilai tambah.

“Kami membuat omnibus law perpajakan karena ini (soal pajak) sangat menentukan daya tarik (bagi investor) untuk menanamkan modal, tak hanya untuk orang asing saja, tapi juga orang Indonesia (yang ingin berinvestasi). Jadi kita perlu memperkuat perekonomian Indonesia agar kompetitif dan modal bisa ditanamkan,” tuturnya di Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Kepastian perpajakan memang sangat penting bagi dunia usaha, agar bisa menciptakan playing field yang semakin baik. Peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor Perpajakan terdiri dari 8 (delapan) pasal. Latar belakang hal itu disinergikan ke dalam UU Cipta Kerja agar memperkuat perekonomian nasional, meningkatkan investasi di tengah perlambatan perekonomian global supaya dapat menyerap tenaga kerja seluas-luasnya, dan mendorong kemudahan berusaha.

“UU Cipta Kerja adalah upaya nyata dari berbagai diagnosa yang ada yaitu Indonesia perlu langkah fundamental dan struktural agar bisa maju, sejahtera, dengan pendapatan yang makin adil,” katanya.

Perubahan ketentuan perundang-perundangan perpajakan yang sejalan dengan perkembangan dunia usaha, juga untuk meningkatkan kepatuhan sukarela, memberikan kepastian hukum dan keadilan iklim berusaha.

Kemudian, juga dalam rangka meningkatkan daya saing daerah, mendukung Ease of Doing Business (EoDB), dan memperkuat penyelarasan kebijakan pajak antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka telah disusun RPP Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Di saat yang sama, juga telah disiapkan peraturan pelaksanan UU Cipta Kerja mengenai Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Peraturan pelaksanaan ini terdiri dari permodalan, tata kelola, dan perpajakan akan membantu optimalisasi nilai investasi pemerintah dengan meningkatkan alternatif pembiayaan melalui Foreign Direct Investment (FDI) dan memberikan kepastian hukum.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UU Cipta Kerja Lompatan Besar

FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, penyusunan UU Cipta Kerja merupakan salah satu lompatan besar yang merupakan ikhtiar pemerintah dalam melakukan transformasi ekonomi secara fundamental adalah dengan menyinergikan regulasi yang selama ini menjadi hambatan kemudahan berusaha, dan menerapkan sistem perizinan yang lebih standar, cepat dan menjamin kepastian berusaha.

Apresiasi atas UU Cipta Kerja juga datang dari lembaga internasional, seperti Bank Dunia. UU Cipta Kerja dianggap sebagai reformasi besar yang menjadikan Indonesia semakin kompetitif di pasar internasional dan domestik. UU ini diharapkan akan mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja sehingga akan mengurangi tingkat kemiskinan.

Sejumlah kemudahan yang diatur di dalam UU Cipta Kerja diharapkan akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, dengan tetap memberikan perlindungan dan kemudahan bagi UMKM dan Koperasi, serta meningkatkan perlindungan bagi pekerja.

“Saat ini, pemerintah tengah menyelesaikan 44 peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, yang terdiri atas 40 RPP dan 4 RPerpres. Penyusunan peraturan pelaksanaan ini tentunya memerlukan masukan dari seluruh lapisan masyarakat agar dapat terimplementasi dengan baik, karena ini sangat penting dari tataran operasionalnya,” jelas Sesmenko.

Seluruh draft RPP dan Rperpres dapat diunduh dan diberikan masukan oleh dunia usaha dan masyarakat melalui portal UU Cipta Kerja di alamat www.uu-ciptakerja.go.id. Sampai saat ini, telah diunggah sebanyak 29 RPP.

Penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang baik dan implementatif tentunya memerlukan koordinasi dan sinergi yang baik antara pemerintah dengan seluruh stakeholder. Hal ini merupakan kunci suksesnya transformasi ekonomi yang menjadi ikhtiar di dalam UU Cipta Kerja untuk mencapai kesejahteraan dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Oleh karena itu, untuk membangun sinergi yang baik antara pemangku kepentingan, kegiatan serap aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja selanjutnya akan dilaksanakan di sejumlah kota di Indonesia, dengan membawakan tema-tema khusus terkait penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, seperti ketenagakerjaan, Kawasan Ekonomi, UMKM, Sertifikasi Produk Halal, dan sebagainya,” tutup Sesmenko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya