Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita, mengatakan solusi relaksasi pajak penjualan mobil harus win-win solution.
"Pendapatan negara dari pajak penjualan barang mewah, di mana pajak penjualan mobil termasuk di dalamnya, terbilang sangat besar," kata Ronny, kepada liputan6.com, Kamis (31/12/2020).
Baca Juga
Sehingga penolakan Kementerian Keuangan dibawah pimpinan Sri Mulyani sangat bisa dipahami. Ini karena pandemi covid-19 memang sangat menekan penerimaan negara, jika pajak penjualan mobil pun ikut dihilangkan.
Advertisement
Maka akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan negara tahun depan. Sementara kondisi ekonomi diproyeksikan akan masih tertekan di tahun 2021.
"Tapi saya kira, pemerintah juga harus adil dalam melihat keadaan. Melihat pajak penjualan mobil harus dalam gambar yang lebih besar, yakni dalam kerangka pandang industri otomotif, yang banyak menyerap tenaga kerja," ujarnya.
Menurutnya merelaksasi pajak penjualan mobil menjadi penting, untuk menggairahkan permintaan mobil yang akan membantu menjaga irama industri otomotif tetap bisa berjalan baik. Jika tidak, maka imbasnya akan merembet ke kemungkinan terjadinya PHK di sektor industri otomotif.
Sebagaimana biasanya, pemerintah perlu mengambil langkah win-win solution dalam kerangka berfikir mutual understanding di antara kedua pihak. Relaksasi perlu dilakukan, tapi tidak sampai ke angka nol, misalnya, karena akan sangat berpengaruh kepada pendapatan negara.
"Jadi pemerintah dan pelaku industri otomotif perlu duduk bersama lagi, menemukan angka yang sama-sama bisa diterima oleh kedua pihak. Misalnya menurunkan dari 10 ke 5 atau 4 persen, sehingga masih ada kontribusi pajak penjualan mobil pada pendapatan negara di tahun depan," katanya.
Dengan kata lain, penolakan pemerintah dan ajuan pihak industri otomotif sama-sama memiliki relasi yang rasional pada kinerja ekonomi nasional di tahun mendatang, oleh karenanya sama-sama bisa dipahami. Untuk itu, negosiasi tidak boleh dalam kerangka pikir zero sum game, tapi win-win solution. Demikian angka yang tepat perlu ditemukan.
"Usul saya, pemangkasan pajak penjualan mobil 5-6 persen cukup masuk akal, sehingga masih dikenai sekitar 5-4 persen untuk setiap penjualan," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Insentif Pajak Beli Mobil Baru Belum Dapat Lampu Hijau Sri Mulyani
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah mengajukan usul insentif pada pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil baru.
Usulan ini telah disodorkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah pengajuan pajak 0 persen untuk mobil baru sebelumnya tidak disetujui.
Agus Gumiwang mengatakan, Jokowi menyambut baik usulan insentif pajak mobil baru. Namun sayang, keputusan belum final lantaran Menteri Keuangan Sri Mulyani beserta jajarannya masih mempertimbangkan kebijakan tersebut.
"Ini memang sudah kita usulkan. Dan saya sudah laporkan ke presiden dan secara prinsip beliau setuju. Tapi Menteri Keuangan masih dalam proses hitung menghitung," kata Agus Gumiwang, Senin (28/12/2020).
Kendati demikian, ia mewajari sikap yang diberikan Kementerian Keuangan yang disebutnya tak mau menghamburkan uang negara secara sia-sia.
"Kemenkeu masih proses hitung-menghitung karena mereka merupakan bendahara negara, mereka punya penilaian sendiri. Kita belum mendapatkan green light dari Kemenkeu," ujarnya.
Meski kepastian insentif pajak untuk mobil baru masih digantung, Agus Gumiwang tidak berkecil hati. Sebab kegiatan di sektor industri otomotif telah menunjukan adanya perbaikan pada kuartal III 2020 dibanding kuartal II sebelumnya.
"Kita berharap di kuartal IV nanti akan semakin membaik dari sektor industri otomotif. Walaupun memang ini salah satu sektor industri yang akan lebih lama mencapai titik normal dibandingkan sebelum Covid-19 datang ke Indonesia. Ini harus kita proteksi secara serius," tuturnya.
Advertisement