Emas hingga Uang Kuliah Jadi Penyebab Inflasi 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi sepanjang 2020 di angka 1,68 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 04 Jan 2021, 13:05 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2021, 12:59 WIB
BPS Pastikan Penurunan Ekspor Impor Januari Bukan Pengaruh Virus Corona
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan keterangan terkait kondisi ekspor dan impor pada Januari 2020 di Gedung BPS, Jakarta, Senin (17/2/2020). Nilai ekspor dan impor Januari 2020 terkoreksi mengalami penurunan dibandingkan posisi bulan sebelumnya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto menyampaikan hasil penghitungan BPS terkait inflasi tahun 2020.

Tercatat, terjadi inflasi 1,68 persen selama tahun 2020. Dalam perkembangannya, inflasi terus mengalami peningkatan dari bulan Oktober hingga Desember 2020.

"Situtasi bulanan tahun 2020 terus meningkat sejak Oktober. Oktober 0,07 persen, lalu November 0,28 persen dan Desember 0,45 persen. Secara tahunan juga mengalami tren yang meningkat sejak Agustus," ujar Setianto dalam konferensi pers BPS secara virtual, Senin (4/1/2021).

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,49 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,03 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,03 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,08 persen.

Lalu, kelompok kesehatan sebesar 0,19 persen, kelompok transportasi sebesar 0,46 persen, dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,27 persen.

Kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,01 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,29 persen. Sementara kelompok yang tidak mengalami perubahan, yaitu kelompok pendidikan.

Mengutip data Berita Resmi Statistik (BRS), berikut 10 komoditas penyumbang inflasi terbesar sepanjang 2020:

- Emas perhiasan kondisi satu tahun 0,26 persen

- Cabai merah 0,16 persen

- Minyak goreng 0,10 persen

- Rokok kretek filter 0,09 persen

- Rokok kretek putih 0,09 persen

- Daging ayam ras 0,05 persen

- Telur ayam ras 0,04 persen

- Ikan segar 0,04 persen

- Nasi dengan lauk 0,04 persen

- Uang kuliah akademis perguruan tinggi 0,04 persen

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS Catat Inflasi Sepanjang 2020 di Angka 1,68 Persen

BI Prediksi Inflasi Capai 0,42 Persen pada Januari 2020
Aktivitas jual beli beli di pasar kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Bank Indonesia memproyeksikan terjadi inflasi di Januari 2020 bersumber dari beberapa komoditas pangan yang mengalami tekanan harga, di antaranya telur ayam akan berkontribusi juga ke inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi sepanjang 2020 di angka 1,68 persen. 

"Kalau kita bandingkan sampai dengan 2014 ini menunjukkan inflasi yang terendah," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS, Setianto di Kantornya, Jakarta, Senin (4/1/2020).

Berdasarkan data BPS sejak 2014, inflasi tahunan mencapai 8,36 persen kemudian turun pada 2015 mencapai 3,35 persen. Kemudian untuk 2016 Berada di posisi 3,02 pesen, 2017 3,61 persen, 2018 3,13 persen dan 2019 2,72 persen.

"Kalau kita lihat tahunan year-on-year tahun 2020 sebesar 1,68 persen. Ini kalau kita bandingkan sampai dengan 2014 ini menunjukkan inflasi yang rendah," sebutnya.

Inflasi Desember 0,45 Persen

Sementara itu, inflasi pada Desember 2020 tercatat hanya sebesar 0,45 persen. Inflasi Desember tersebut dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas antara lain, cabai merah, telur ayam ras, cabai rawit, hingga tarif angkutan udara.

"Dari 90 kota IHK 87 kota mengalami inflasi 3 kota mengalami deflasi," imbuhnya.

Adapun kota yang mengalami inflasi tertinggi kota adalah Gunung Sitoli yaitu sebesar 1,87 persen. Utamanya disebabkan oleh kenaikan harga cabai merah dengan 0,6 persen kemudian cabai rawit 0,38 persen. Kemudian inflasi terendah di kota Tanjung Selor yaitu sebesar 0,05 persen.

Sementara ada beberapa kota yang juga mengalami deflasi diantaranya yang tertinggi adalah Luwuk sebesar minus 0,26 persen. Utamanya untuk deflasi di Luwuk adalah dari cabai merah besar 0,1 persen kemudian angkutan udara 0,09 persen.

Sedangkan deflasi terendah ada di Ambon minus 0,07 persen.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya